Sehingga perlakuan dan penyajian zakat perusahaan dalam laporan keuangan suatu perusahaan sangat penting sebagai konsep dasar penentuan besaran zakat suatu perusahaan.
Permasalahan manajemen zakat perusahaan merupakan isu yang penting karena memiliki potensi yang sangat besar dalam mensejahterakan umat. Masalah ini terutama berkaitan dengan tata cara pengeluaran zakat perusahaan dan aspek perhitungan zakat perusahaan.
Manajemen zakat tidak hanya memenuhi kewajiban syariat Islam, tetapi juga mendorong manajemen yang baik sesuai ketentuan seperti perhitungan zakat, perhitungan zakat penting dilakukan untuk menentukan jumlah zakat yang menjadi kewajiban yang harus dibayar oleh muzaki.
Kajian sebelumnya berkenaan dengan tulisan ini dilakukan oleh Syamsuri Rahim Sahrullah (2017) dengan judul “Pengolaan Zakat Perusahaan”. Tulisan lainnya ialah karya Asep (2021) dengan judul “Pandangan Ulama Tentang Zakat Perusahaan”, dan karya Zakaria Batu Bara (2012) dengan judul “Analisis Metode Perhitungan Zakat Perusahaan”.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang manajemen zakat perusahaan, sehingga penulis mengambilnya sebagai karya ilmiah dengan judul penelitian: “Manajemen Zakat Perusahaan”, yang mana subjudul nya membahas tentang bagaimana manajemen zakat perusahaan, dasar hukum zakat perusahaan, dan perhitungan zakat perusahaan.
Kewajiban Perusahaan
Apakah perusahaan wajib mengeluarkan zakat atau tidak, dijawab Muktamar Internasional I tentang zakat di Kuwait, bahwa perusahaan wajib mengeluarkan zakat, karena keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha menjadi badan hukum (reeht person).
Perusahaan, menurut hasil muktamar tersebut, termasuk ke dalam syakhsh i’tibar (badan hukum yang dianggap orang) atau Syakhshiyyah hukmiyyah. Hal itu dikuatkan oleh Mustafa ‘Ahmad al- Zarqa, Oleh karena itu, perusahaan termasuk muzaki atau subjek zakat.
Perusahaan wajib mengeluarkan zakat karena keberadaan perusahaan adalah sebagai badan hukum (reeht person) atau yang dianggap orang. Karena itu, di antara individu tersebut kemudian timbul transaksi meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar, dan juga menjalin kerjasama.
Segala kewajiban dan hasil akhirnya pun dinikmati secara bersama-sama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah Swt. dalam bentuk zakat.
A. Dasar Hukum Zakat Perusahaan
Dasar hukum pengenaan zakat perusahaan adalah dalil yang bersifat umum, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 267
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Dasar hukum ini juga ditunjang oleh hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadist ke-1448): “Dari Muhammad bin Abdillah al-Anshari dari bapaknya, ia berkata bahwa Abu Bakar Shidiq telah menulis surat yang berisikan perintah zakat oleh Rasulullah kepadanya:
“Janganlah digabungkan sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan sesuatu yang tergabung (berserikat) karena takut mengeluarkan zakat. dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang berserikat (berkongsi), maka keduanya harus diberlakukan secara sama” (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadis tersebut, keberadaan sebagai wadah usaha menjadi badan hukum. Sebab di antara individu itu timbul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar, dan juga menjalin kerja sama. Segala kewajiban dan hasi akhirnya pun dinikmati bersama bersama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah SWT dalam bentuk zakat.
Undang-undang No. 38 tahun 1999, tentang pengelolaan zakat, bab IV pasal 11 ayat (2) bagian (b) dikemukakan bahwa di antara objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan perusahaan.