Penulis:
Dr Darwin Effendi, M Pd
Dosen Universitas PGRI Palembang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.
Arbitrer atau istilah lain disebut mana suka. Artinya, tidak ada hubungan wajib antara tanda dan penanda dalam kata tersebut. Seperti kata ‘kuda’ dipergunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk menyebut hewan berkaki empat memakan rumput dan dapat berlari kencang.
Ada sebagian masyarakat lainnya menyebutkan istilah kuda tersebut dengan kata “jaran”.
Anggota masyarakat berkomunikasi menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi tentulah berbeda-beda atau tidaklah sama.
Baca Juga: DPD Repdem dan BBHAR Sumsel Meminta Kapolri Segera Panggil dan Periksa Rocky Gerung
Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dapat terlihat dari penggunaan diksi yang digunakannya. Sebuah kata dipilih terkadang untuk mempertegas makna dalam kata tersebut sehingga komunikasi lebih tegas dan jelas.
Di era keterbukaan sekarang, sebuah kata dengan cepat menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Penggunaan kata yang diucapkan oleh seseorang tersebut mudah sekali menyebar atau viral dimana-mana.
Hal tersebut dikarenakan semakin masif penggunaan media massa ataupun media sosial di dunia maya. Apalagi menurut data bahwa Indonesia adalah salah satu negara pengguna media sosial terbanyak di dunia (https://databoks.katadata.co.id/).
Pengguna bahasa dalam berkomunikasi atau peristiwa tutur akan dilihat dari beberapa aspek, seperti penutur dan lawan tutur, situasi kondisi atau konteks peristiwa bahasa itu terjadi. Diksi bahasa yang dipilih oleh penutur bahasa tentunya mengikuti aspek tersebut.
Baca Juga: Jelang Pemilu, Bawaslu Bersama Stakeholder Buat Aturan Pemantauan Berita dan Iklan Kampanye
Wacana fiksi akan berbeda dengan nonfiksi. Bahasa fiksi lebih mengutamakan bahasa-bahasa kiasan atau kata yang bermakna konotatif (tidak sebenarnya).