KetikPos.com -- Palembang, kota yang kaya akan sejarah dan budaya, menyimpan tradisi makan yang khas dan sarat makna filosofis yang disebut Idangan atau ngidang.
Merupakan warisan dari Kesultanan Palembang Darusalam sejak abad ke-15 SM, tradisi ini tidak hanya mencerminkan kelezatan hidangan khas Palembang tetapi juga mengandung nilai-nilai budaya dan spiritual yang mendalam.
Asal Usul dan Sejarah Tradisi Idangan
Tradisi makan Idangan tumbuh dan berkembang di lingkungan Kesultanan Palembang Darusalam.
Kesultanan ini, yang menjadi pusat kekuasaan pada masa itu, memberikan kontribusi besar terhadap bentukan tradisi makan yang kemudian menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Palembang.
Sultan Mahmud Badaruddin IV RM Fauwaz Diraja mencatat sejarah panjang tradisi ini, yang mulai sebagai praktik di istana dan seiring waktu meresap ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pengaruh Islam dalam Idangan
Makan Idangan tidak hanya sekadar ritual makan; ia mencerminkan pengaruh kuat Islam pada jaman Kesultanan Palembang Darusalam.
Tradisi ini mengikuti sunah Rosulullah, Nabi Muhammad SAW, dengan cara makan bersama-sama, duduk bersila di lantai, dan menggunakan tangan sebagai alat makan.
Sebuah praktik yang tidak hanya mengenang sejarah Kesultanan tetapi juga menciptakan ikatan spiritual dalam menyantap hidangan.
Simbolisme dalam Komponen Makanan
Komponen makanan dalam Idangan bukanlah semata-mata hidangan lezat; masing-masing memiliki makna filosofis yang mendalam.
Sembilan komponen utama mencerminkan sembilan aliran sungai di Palembang, menunjukkan hubungan erat antara tradisi makan dan lingkungan alam sekitarnya.
Lauk pauk khas Palembang, seperti Ayam Kecap, Opor Ayam, Kare Kambing, Malbi, pentol, sambal buah nanas, acar, dan pulur sebagai pencuci mulut, membentuk susunan hidangan yang mengundang selera dan menggambarkan kekayaan kuliner kota ini.