KetikPos.com -- Di perbukitan yang hijau dan sejuk Sulawesi Tenggara, tepatnya di kota Bungku, terdapat sebuah tradisi yang kaya akan makna dan kekuatan komunitas.
Tradisi ini dikenal sebagai Dengo-Dengo, sebuah bangunan tinggi yang tidak hanya berperan sebagai penanda waktu dalam ibadah Ramadan, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan kesatuan masyarakat setempat.
Dengo-Dengo, yang dalam bahasa Indonesia berarti tempat beristirahat, merupakan ciri khas kota Bungku yang menjulang tinggi hingga hampir mencapai 15 meter.
Bangunan ini terbuat dari batang bambu sebagai tiang penyangga, dengan lantai papan berukuran 3x3 meter persegi, dan beratap daun sagu.
Setiap tahun, menjelang bulan Ramadan, warga Bungku bergotong royong mendirikan Dengo-Dengo sebagai bagian dari persiapan menyambut bulan suci.
Baca Juga: Bazar Ramadan dan Tradisi Berbuka Puasa di Malaysia: Memperkaya Kehidupan Sosial dan Budaya
Tradisi Dengo-Dengo tidaklah baru. Sejarahnya telah membuktikan bahwa bangunan ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Bungku sejak abad ke-17.
Fungsinya tidak hanya sekadar sebagai penanda waktu sahur, tetapi juga sebagai ajang memelihara spiritualitas dan kebersamaan dalam komunitas.
Setiap rukun tetangga (RT) memiliki Dengo-Dengo sendiri yang dilengkapi dengan gong, gendang, dan rebana.
Pada waktu sahur, para penjaga Dengo-Dengo menabuh gong dan gendang untuk membangunkan warga agar tidak terlewatkan waktu untuk sahur.
Baca Juga: Bazar Ramadan dan Tradisi Berbuka Puasa di Malaysia: Memperkaya Kehidupan Sosial dan Budaya
Selain sebagai penanda waktu, Dengo-Dengo juga menjadi tempat beristirahat bagi warga menjelang berbuka puasa.
Suasana ramai dan hangat memenuhi area sekitar Dengo-Dengo, di mana warga berkumpul untuk menunggu waktu berbuka.