KetikPos.com -- Dunia seni tari tradisional Sumatera Selatan tidak hanya mengenal Bunda Elly Rudi sebagai maestro yang berdedikasi dalam melestarikan budaya tari, tetapi juga sebagai sosok yang penuh kontroversi.
Meski kontribusinya dalam mengajarkan tari tradisional kepada generasi muda tak terbantahkan, ada beberapa isu yang membayangi perjalanan kariernya.
Bunda Elly Rudi, yang lahir di Tanjungenim 75 tahun lalu, telah menggeluti dunia tari sejak 1962. Selama lebih dari lima dekade, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk seni tari tradisional. Namun, kontroversi mulai muncul ketika beberapa pihak mengkritik metode pengajarannya yang dianggap terlalu keras dan disiplin.
Beberapa mantan muridnya menyatakan bahwa Bunda Elly menerapkan standar yang sangat tinggi dan ketat dalam setiap sesi latihan. "Bunda Elly memang tegas, tapi kadang-kadang terlalu keras. Ada yang merasa tertekan dan akhirnya memilih untuk berhenti," ujar seorang mantan murid yang enggan disebutkan namanya.
Meski begitu, banyak juga yang menghargai pendekatannya dan menganggap bahwa kedisiplinan tersebut membantu mereka mencapai potensi terbaik.
Kontroversi lain yang mencuat adalah terkait dengan keterlibatannya dalam Sanggar Gending Sriwijaya. Ada yang menilai bahwa Bunda Elly terlalu dominan dalam sanggar tersebut, mengesampingkan pendapat dan kontribusi anggota lainnya. Temannya, Ana Kumari, pernah mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap dinamika di sanggar. "Saya merasa suara kami kurang didengar. Bunda Elly sering mengambil keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan masukan dari kami," ungkap Ana dalam sebuah wawancara beberapa tahun lalu.
Selain itu, penciptaan beberapa tarian juga menjadi sumber kontroversi. Bunda Elly dikenal sebagai pencipta Tari Tanggai, sementara Ana Kumari menciptakan Tari Tepak Keraton. Beberapa pengamat seni menilai bahwa ada upaya dari Bunda Elly untuk lebih menonjolkan karyanya sendiri dibandingkan karya orang lain. "Ada kesan bahwa Bunda Elly lebih fokus mempromosikan Tari Tanggai dibandingkan tarian lain yang juga memiliki nilai artistik tinggi," kata seorang pengamat seni lokal.
Meski begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa Bunda Elly Rudi telah memberikan kontribusi besar dalam melestarikan tari tradisional Sumatera Selatan. Ia berhasil mengajarkan berbagai tarian tradisional kepada generasi muda, meskipun metode dan pendekatannya sering kali menjadi bahan perdebatan. Setiap Sabtu, ia mengajar tarian kepada sekitar 30 anak usia SD dan SMP di Rumah Dinas Wawako, Jalan Seruni, Bukit Besar Palembang, dengan semangat yang tak pernah surut.
Sebagai istri dari Rudi Syafrudin dan ibu dari empat anak, Bunda Elly selalu berusaha membagi waktunya untuk keluarga dan dunia seni. Meskipun menghadapi banyak kontroversi, dedikasinya dalam dunia tari tidak pernah goyah. "Saya berharap tarian tradisi bisa lestari dan kaum milenial juga menguasai kekayaan budaya sendiri," ujarnya dalam berbagai kesempatan.
Kontroversi di balik sosok Bunda Elly Rudi menunjukkan bahwa perjalanan seorang maestro tidak selalu mulus. Di balik setiap keberhasilan, ada tantangan dan perdebatan yang harus dihadapi. Warisan Bunda Elly dalam seni tari tradisional Sumatera Selatan akan terus dikenang, meskipun berbagai kontroversi turut mewarnai perjalanan hidupnya.