Ini beda suku Dayak dan Banjar

photo author
- Jumat, 23 Agustus 2024 | 05:38 WIB
Salfius Seko, Suku Dayak Tobag memberikan kuasa uji materi UU kepada Viktor Santoso Tandiasa dkk. (MEDIUSNEWS/Ist)
Salfius Seko, Suku Dayak Tobag memberikan kuasa uji materi UU kepada Viktor Santoso Tandiasa dkk. (MEDIUSNEWS/Ist)

 

KetikPos.com - Di tengah hutan lebat Kalimantan Selatan, dua suku besar dengan identitas spiritual yang berbeda, Dayak dan Banjar, telah hidup berdampingan selama berabad-abad.

Meski saling menghormati, perjalanan sejarah kedua suku ini telah melahirkan kisah-kisah mistis yang mencerminkan pergulatan identitas mereka, terutama ketika Islam mulai menyebar melalui Kesultanan Banjar.

Suku Dayak, yang memegang teguh kepercayaan Kaharingan sebagai agama asli mereka, melihat alam dan roh-roh leluhur sebagai pusat kehidupan spiritual. Sementara itu, suku Banjar, yang sejak abad ke-16 mulai menganut Islam setelah Pangeran Samudera mendirikan Kesultanan Islam Banjar, membawa pengaruh religius baru yang mengubah lanskap spiritual Kalimantan Selatan.

Perbedaan ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari, tetapi juga melahirkan berbagai mitos yang terus diceritakan dari generasi ke generasi. Salah satu mitos yang terkenal di kalangan suku Dayak adalah tentang "Hantu Panglima Burung," roh penjaga hutan yang dipercaya marah karena penyebaran Islam di tanah yang mereka anggap sakral.

Dalam kisah tersebut, hantu ini dikisahkan berusaha melindungi adat dan kepercayaan Kaharingan dari pengaruh luar dengan cara menakut-nakuti mereka yang dianggap tidak menghormati alam dan leluhur.

Tidak hanya itu, folklore lainnya menceritakan tentang pertemuan antara roh-roh leluhur Dayak dan tokoh-tokoh Banjar yang telah memeluk Islam.

Dalam kisah ini, terjadi dialog mistis di mana kedua belah pihak berusaha memahami perbedaan dan mencari cara untuk hidup berdampingan tanpa menghilangkan jati diri mereka masing-masing. Kisah-kisah ini menjadi cerminan dari dinamika sosial dan religius yang terjadi pada masa-masa awal penyebaran Islam di Kalimantan Selatan.

"Penting bagi kita untuk memahami bahwa mitos-mitos ini adalah bagian dari warisan budaya yang menggambarkan bagaimana nenek moyang kita menghadapi perubahan besar dalam hidup mereka," ujar Dr. Ratna Dewi, seorang antropolog dari Universitas Lambung Mangkurat.

"Ini bukan hanya cerita, tetapi juga cermin dari proses adaptasi dan resistensi budaya yang terjadi di masa lalu."

Hingga kini, baik suku Dayak maupun Banjar tetap menjaga warisan budaya mereka, meskipun dengan cara yang berbeda. Bagi suku Dayak, Kaharingan tetap menjadi landasan spiritual yang kuat, sedangkan bagi suku Banjar, Islam menjadi pilar utama kehidupan religius mereka.

Meski ada perbedaan, kedua suku ini telah menunjukkan bahwa keberagaman identitas spiritual tidak harus menjadi sumber konflik, melainkan dapat menjadi kekayaan budaya yang saling melengkapi.

Dalam dunia yang semakin modern, mitos dan folklore seperti ini mengingatkan kita pada pentingnya menjaga dan menghormati warisan leluhur. Di Kalimantan Selatan, cerita-cerita ini terus hidup, menyatukan masa lalu dan masa kini dalam harmoni yang unik dan penuh makna.(***)

 

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ujang Ketik Pos

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Rekomendasi

Terkini

X