KetikPos.com —Siang itu, Graha Taman Budaya Sriwijaya seakan berubah menjadi rumah besar tempat tradisi dan modernitas berpelukan. Denting gitar mengalun berdampingan dengan bunyi alat musik tradisi, tubuh-tubuh penari berputar dalam irama kuntau, dan dari panggung seolah hadir bisikan leluhur. Inilah “Sardundun: Suara dari Atap Rumah”, karya tari terbaru besutan Saudanceproject.idn bersama Balai Pelestari Kebudayaan Wilayah VI.
Karya ke-16 koreografer muda Sonia Anisah Utami ini tak sekadar pertunjukan tari. Ia adalah napas panjang masyarakat Semende, komunitas di dataran tinggi Sumatera Selatan, yang menjadikan rumah bukan hanya bangunan, melainkan simbol doa, kebersamaan, dan syukur.
“Rumah bagi masyarakat Semende bukan hanya atap dan dinding. Dari atapnya lahir doa, dari lantainya tumbuh kebersamaan, dan di dindingnya terpatri rasa syukur,” ujar Sonia dengan mata berbinar usai pementasan.
Tradisi Bertemu Kontemporer
Sonia mengawinkan gerak kuntau, lantunan sastra lisan Sardundun, dan musik Semende, lalu mengolahnya dengan napas kontemporer. Panggung pun menjelma jembatan antara masa lalu dan masa kini, antara pesan leluhur dengan kegelisahan generasi muda.
Karya ini bukan hanya selebrasi, melainkan juga doa. Sonia menyelipkan pertanyaan lirih: apa jadinya bila tradisi perlahan memudar?
“Ekspresi ini doa agar Sardundun tak berhenti di masa lalu, tapi hidup di hati generasi baru,” katanya.
Kekuatan Kolektif
Pertunjukan ini berdiri kokoh di atas kerja bersama lintas bidang.
Hasan menata skenografi, menghadirkan atmosfer rumah Semende ke atas panggung.
Rio Eka Putra mencipta musik, memadukan instrumen tradisi dengan sentuhan modern.
Irfan Kurniawan memimpin produksi, memastikan semua elemen berpadu harmoni.
Di atas panggung, tubuh-tubuh penari—Kgs M. Rosyid Rouuf, Achmad Iqbal, Sapfiaji, Naufal Zhoriffala Chaniago, Rifaldi, Muhammad Arief Wicaksono, dan Dili Sabari Ramadhan—bergerak seakan menjadi medium suara leluhur.
Warna baru juga hadir lewat ensambel gitar dari Universitas PGRI Palembang di bawah pimpinan Silo Siswanto, yang menambah lapisan musikal tak terduga di antara lantunan tradisi.
Dukungan dan Harapan
Pertunjukan ini didukung banyak pihak: Dewan Kesenian Palembang (DKP), Dewan Kesenian Sumsel (DKSS), Komunitas Seniman Tari (Kasta) Sumsel, Yayasan Lacak Budaya Sriwijaya, Dinas Kebudayaan Palembang, hingga Taman Budaya Sriwijaya.
Kristanto Januradi, Kepala BPK Wilayah VI yang diwakili Dedi Afrianto, menegaskan:
“Seni tradisi harus bertahan dan direvitalisasi. Sementara seni kekinian juga perlu diberi ruang. ‘Sardundun’ membuktikan keduanya bisa berjalan beriringan.”
Apresiasi juga datang dari Ketua DKP M. Nasir, yang menandai dukungan komunitas seni Palembang atas karya berbasis tradisi. Turut hadir Agung Saputra (Kabid Kebudayaan Disbudpar Sumsel), M. Imansyah (Ketua Kasta Sumsel), Heri (Ketua Satapa Palembang), M. Nurdin (Ketua Sanggar Dinda Bestari), serta A. Heriyanto (Ketua Prodi Seni Pertunjukan UPG Palembang).
Lebih dari Sekadar Pertunjukan
“Sardundun: Suara dari Atap Rumah” bukan hanya tontonan tari. Ia adalah jembatan lintas generasi, ruang pertemuan antara tradisi yang diwariskan dan ekspresi artistik masa kini.
Di akhir pementasan, tepuk tangan panjang penonton bukan hanya bentuk apresiasi. Ia adalah tanda bahwa Sardundun—yang lahir di tanah tinggi nan jauh—masih sanggup berdetak kuat di jantung Palembang, menandai bahwa suara leluhur tak pernah benar-benar hilang, hanya menunggu dipanggil kembali.