KetikPos.com – Jumat (19/9/2025), di rumah dinas Wali Kota Palembang di Jalan Tasik, suasana rapat budaya terasa berbeda. Tak ada pidato panjang bertele-tele, hanya satu pernyataan tegas dari Wali Kota Ratu Dewa:
“Satu bulan. Tidak lebih. Tari Sambut harus sudah jadi Perwali.”
Kalimat pendek itu langsung menjadi penanda era baru kebudayaan Palembang.
Mengapa Tari Sambut?
Selama berabad-abad, Palembang dikenal sebagai kota tua dengan warisan gemilang Kesultanan Palembang Darussalam. Namun ironisnya, kota ini belum memiliki tarian sambut resmi yang bisa dikenalkan kepada tamu negara, delegasi, maupun wisatawan.
Sementara itu, Provinsi Sumatera Selatan sudah sejak lama menempatkan Tari Gending Sriwijaya dan Tari Tanggai sebagai representasi kulturalnya. Palembang, sebagai ibu kota sekaligus jantung sejarah Sriwijaya, justru masih kosong dari simbol formal penyambutan.
Inilah celah sejarah yang ingin ditutup oleh Ratu Dewa. Tari Sambut Palembang nantinya bukan sekadar gerakan tari, tapi ritual penghormatan yang mencerminkan keramahan, kejayaan, dan falsafah hidup wong kito galo.
Fakta Integritas: Jalan Budaya Palembang
Keputusan ini bukan muncul tiba-tiba. Ia merupakan tindak lanjut dari 9 Poin Fakta Integritas Kebudayaan yang ditandatangani pasangan Ratu Dewa – Prima Salam beberapa waktu lalu.
Poin-poin itu antara lain:
Perlindungan situs sejarah dan makam raja serta sultan Palembang.
Revitalisasi kawasan budaya dan arsitektur khas Palembang.
Penguatan identitas Kesultanan Palembang sebagai akar budaya kota.
Peringatan Hari Jadi Kesultanan Palembang (3 Maret) dan Hari Jadi Kota Palembang (16 Juni).
Penggunaan aksara Melayu untuk penamaan jalan dan ruang publik.
Penyusunan Perwali Tari Sambut Palembang sebagai identitas budaya.
Peningkatan anggaran dan regulasi kebudayaan.
Pengakuan adat pangku adat lewat forum FGD.
Pemberdayaan komunitas seni dan budaya lokal dalam pembangunan kota.
Ketua Tim Percepatan Pemajuan Kebudayaan (TPPK), Mang Dayat, menegaskan:
“Fakta integritas bukan sekadar kontrak politik, tapi kontrak moral. Tari Sambut adalah wajah baru Palembang, dan aksara Melayu adalah rohnya.”
Lebih dari Sekadar Tarian
Bagi banyak kalangan, Tari Sambut akan menjadi “pintu budaya” kota. Saat tamu disambut dengan gerakan anggun, musik tradisional, dan busana khas Palembang, maka sejatinya yang ditawarkan bukan hanya hiburan, tetapi sebuah narasi peradaban.
Palembang bukan sekadar kota modern dengan jembatan Ampera dan kuliner pempek. Ia adalah kota yang dibangun di atas fondasi kejayaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam.
Dengan adanya Perwali Tari Sambut, Palembang akan menegaskan dirinya kembali sebagai kota peradaban, bukan sekadar kota metropolitan.
Budaya Sebagai Arah Pembangunan
Rapat di Jalan Tasik itu memang berlangsung santai, namun keputusan yang dihasilkan sangat serius. Bagi Ratu Dewa, kebudayaan bukan aksesoris pembangunan, melainkan poros identitas.
“Kalau budaya kita hilang, maka Palembang hanya jadi kota biasa. Kita tidak mau itu terjadi,” tegasnya.
Ke depan, wajah kota juga akan dihiasi aksara Melayu di papan nama jalan dan ruang publik. Arsitektur khas Palembang akan direvitalisasi agar tak tergilas beton modern. Bahkan, makam para sultan dan raja akan dipulihkan sebagai saksi sejarah.
Palembang Menyambut Dunia
Jika semua berjalan sesuai tenggat, maka dalam waktu dekat, Palembang akan resmi memiliki Tari Sambut sebagai identitasnya.
Tarian ini kelak bukan hanya menyambut tamu, tapi juga menjadi pernyataan lantang:
Palembang siap menatap masa depan dengan akar budaya yang kokoh, sambil menyambut dunia dengan senyum ramah dan gerak anggun khas wong kito.pp