“Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan”: Ketika Napas
Oleh: Vebri Al-Lintani & Isnayanti Syafrida
Palembang kembali bergetar — bukan oleh dentum meriam, tapi oleh denting suara, langkah, dan cahaya panggung. Di Gedung Graha Budaya Jakabaring, sekelompok seniman tengah menyiapkan sesuatu yang lebih dari sekadar teater: “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan.”
Pertunjukan ini akan digelar 17–21 Oktober 2025, dan menjadi napas baru bagi semangat perlawanan yang dulu menyala di bumi Sriwijaya.
Bagi sutradara sekaligus penulis naskah Vebri Al-Lintani, teater ini adalah panggilan sejarah. “Julukan ‘never a tame tiger’ yang diberikan Inggris kepada Sultan Mahmud Badaruddin II bukan sekadar penghinaan, tapi pengakuan: bahwa beliau adalah pemimpin yang tak pernah mau tunduk,” ujar Vebri, Rabu (15/10/2025).
“Harimau dalam konteks ini bukan hanya simbol kekuatan, tapi juga jiwa masyarakat Palembang—gagah, berani, dan tak mudah ditaklukkan.”
Proses kreatif “Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” dimulai sejak awal tahun 2025. Pada Februari, tim produksi membuka audisi untuk masyarakat umum dan pelajar, dan lebih dari seratus peserta hadir membawa semangat mereka. Dari sana terpilih 15 aktor utama dan pendukung, sebagian besar generasi muda yang baru pertama kali mencicipi panggung besar.
“Energi mereka luar biasa. Mereka belajar bukan hanya tentang akting, tapi juga tentang sejarah dan harga diri,” kata Vebri.
Latihan dilakukan hampir setiap hari, dengan disiplin yang tak kalah keras dari pasukan perang yang pernah dipimpin SMB II.
Namun semangat teater ini tak berhenti di Palembang. Beberapa bulan lalu, tim produksi berlayar jauh ke Ternate, Maluku Utara, dalam sebuah perjalanan budaya dan riset lintas daerah. Di sana, mereka berdialog dengan seniman lokal, menukar gerak, cerita, dan filosofi.
“Interaksi budaya ini memperkaya kami. Dari Palembang ke Ternate, kami menemukan semangat yang sama—perlawanan terhadap lupa, terhadap hilangnya jati diri,” ujar Vebri.
Pertunjukan ini dirancang dua kali setiap hari,
Sesi Siang: 10.00–12.00 WIB
Sesi Sore: 15.00–17.00 WIB
Harga tiket dibuat terjangkau agar siapa pun bisa menikmati:
SD–SMP: Rp25.000 | SMA/SMK/SLB/Mahasiswa: Rp50.000 | Umum: Rp60.000 | VIP: Rp250.000
Bagi Isnayanti Syafrida, anggota tim produksi, teater ini bukan sekadar hiburan. “Kami ingin penonton pulang dengan sesuatu di dadanya—rasa bangga, rasa ingin tahu, dan kesadaran bahwa perjuangan tidak selalu tentang perang. Kadang, perjuangan adalah menjaga nilai dan budaya agar tak punah.”
Ketika tirai dibuka nanti, panggung Graha Budaya bukan sekadar arena teater. Ia akan menjadi ruang di mana sejarah berbicara, dan harimau Palembang kembali mengaum—menolak tunduk, menolak dilupakan.
Dan yang istimewa lagi, baru pertama kali di Sumsel pementasan teater selama 10 kali untuk satu judul.