Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan: Ketika Cinta, Laga, dan Sejarah Bertemu di Panggung Palembang

photo author
- Sabtu, 18 Oktober 2025 | 19:51 WIB
Salah satu adegan romantisme dan rasan tuo Yasmin dan Cek Molek (Dok)
Salah satu adegan romantisme dan rasan tuo Yasmin dan Cek Molek (Dok)


KetikPos.com, Palembang — Lampu panggung redup. Asap tipis mulai menari di udara Gedung Graha Budaya Jakabaring, menandai dimulainya babak kedua pementasan teater “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan.”
Dan seperti malam sebelumnya, ratusan penonton kembali memadati ruang pertunjukan — tak hanya seniman dan budayawan, tapi juga Sultan Palembang Darussalam, pejabat daerah, pelajar, hingga masyarakat umum yang haus akan kisah sejarah tanah kelahirannya.

Pertunjukan garapan Vebri Al-Lintani ini tak sekadar menghidupkan kembali sosok pahlawan nasional Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II). Ia menyalakan kembali denyut sejarah, cinta, dan jiwa Palembang di atas panggung — dalam harmoni yang jarang ditemui di teater modern hari ini.
Romansa dan Humor di Tengah Aura Kepahlawanan

Ketua Dewan Kesenian Palembang, M. Nasir, menyebut pementasan ini “komplet.”
“Bukan hanya sejarah dan semangat perjuangan yang kuat, tapi juga ada romantisme dan humor yang menghidupkan suasana,” ujarnya.
Penonton dibuat tersenyum oleh adegan cinta remaja Yasmin dan Cek Molek — kisah malu-malu yang lembut di tengah riuh masa kesultanan. Lalu tawa pun pecah saat dua tokoh rakyat, Soleh dan Bebeg, muncul dengan guyonan khas wong Palembang yang menghangatkan suasana.
Namun di balik canda itu, ada juga potret getir — seperti kisah Nenggung Mato, keluarga prajurit kesultanan yang harus rela berpisah demi tugas di medan laga.
Sultan Palembang: “Nilai-Nilai Kesultanan Harus Dihidupkan Kembali”
Sultan Palembang Darussalam, SMB IV Jayo Wikramo RM Fauwaz Diradja, SH, MKn, yang turut hadir, mengaku terkesan dengan pementasan tersebut.
“Saya melihat nilai-nilai Kesultanan Palembang Darussalam dihidupkan lagi di atas panggung. Ini bukan hanya pertunjukan, tapi juga pengingat jati diri Palembang,” katanya.
Menurutnya, pementasan ini menjadi momentum penting untuk membangkitkan kembali tradisi teater di Sumatera Selatan.
“Sudah lama teater di Palembang tak semeriah ini. Semoga ini bukan yang terakhir, tapi awal kebangkitan seni pertunjukan kita,” tambahnya.
SMB IV juga berharap pemerintah dapat memberikan dukungan yang lebih besar bagi pelaku teater, baik dari segi fasilitas maupun promosi, agar karya lokal bisa tampil lebih maksimal.
Pemerintah Daerah Turut Memberi Apresiasi
Dukungan datang pula dari pejabat budaya dan pendidikan.
Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, Pandji Tjahjanto, menilai pementasan ini sebagai media edukasi yang efektif.
“Melalui teater seperti ini, generasi muda bisa mengenal sejarah Palembang dengan cara yang menarik,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Sulaiman Amin, bahkan mengusulkan agar kisah ini diangkat ke layar lebar.
“Tahun depan kami akan punya studio mini di Museum SMB II. Akan bagus kalau pementasan ini difilmkan dan diputar di sana sebagai tontonan sejarah,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang, Affan Prapanca, juga mendukung agar pelajar diajak memahami sejarah lewat seni pertunjukan.
“Anak-anak harus tahu siapa Sultan Mahmud Badaruddin II. Pementasan seperti ini bisa menjadi sarana pembelajaran yang menyenangkan,” ujarnya.
Vebri Al-Lintani: “Yang Kami Hidupkan Bukan Hanya Kisah, Tapi Semangat”
Di balik layar, sutradara dan penulis naskah Vebri Al-Lintani mengaku terharu melihat sambutan penonton.
“Saya gembira sekaligus haru. Penonton begitu antusias, ini bukti bahwa teater masih dicintai di Palembang,” katanya.
Bagi Vebri, Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan bukan sekadar kisah seorang Sultan yang menentang penjajahan, melainkan juga tentang cinta, kesetiaan, dan keberanian manusia dalam mempertahankan martabat.
“Sultan Mahmud Badaruddin II adalah simbol perlawanan yang lahir dari hati, bukan ambisi. Itulah yang kami coba hidupkan di atas panggung,” ujarnya.
Pertunjukan ini sendiri dijadwalkan berlangsung selama lima hari dengan delapan kali penayangan. Tim produksi menjaga stamina para pemain dengan disiplin ketat — vitamin, istirahat, dan doa menjadi bagian dari ritme mereka.
“Kami ingin setiap malam tampil dengan semangat yang sama, seolah ini hari pertama,” tutur Vebri.
Lebih dari Sekadar Teater
Pementasan “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” bukan hanya panggung seni — ia adalah cermin tentang siapa kita sebagai orang Palembang.
Ia menghadirkan kembali harimau dalam jiwa: keberanian yang tak dapat dijinakkan oleh waktu, cinta yang melampaui batas, dan sejarah yang terus hidup lewat suara, gerak, dan cahaya di atas panggung.
Tampak hadir menyaksikan pementasan teater yang diproduseri Fir Azwar ini, antara lain tokoh teater Sumsel Toton Dai Permana, singa podium puisi Sumsel Dr dr Zullkhair Ali, Ketua KKPP Kgd Riduan, dan beberapa seniman lainnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X