KetikPos.com -- Dalam deretan merek pasta gigi di Indonesia, nama "Odol" adalah sebuah kenangan manis yang tetap hidup di ingatan banyak orang.
Meskipun telah puluhan tahun tidak beredar lagi di pasar Indonesia, Odol meninggalkan jejak yang sulit dilupakan, terutama di kalangan masyarakat Palembang dan sekitarnya.
Sebagai merek yang menghiasi zaman kolonial, Odol tidak hanya sekadar produk, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang masih terasa hingga kini.
Baca Juga: Masih Adakah Prasasti Kantor Ledeng?
Odol berasal dari perusahaan Jerman yang didirikan oleh Karl August Lingner, yaitu Dresden Chemical Laboratory Lingner.
Di Palembang, dampak iklan Odol sangat terasa, mengubah kebiasaan membersihkan gigi masyarakat setempat. Penggunaan Odol pun meluas, menggantikan cara-cara tradisional yang digunakan sebelumnya.
Hingga kini, di Palembang dan beberapa daerah Sumatera Selatan, istilah "Odol" masih menjadi sebutan umum untuk pasta gigi, baik oleh pembeli maupun penjualnya.
Baca Juga: Melacak Nostalgia Palembang: Jejak Tiga Minuman Bersoda Legendaris di Era 80-90an
Melekatnya nama "Odol" sebagai "brand mark" dalam masyarakat Palembang menunjukkan kekuatan citra merek yang mampu membangun kenangan dan identitas yang berkesan.
Meskipun produknya tidak lagi beredar, Odol tetap hidup dalam cerita-cerita nostalgi, mewariskan tradisi dan cerita masa lalu dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Mungkin, hanya dengan menyebut "Odol," kita bisa membuka pintu nostalgia yang membawa kita kembali ke masa kolonial yang penuh kenangan.
Baca Juga: Dari Menara Air ke Kantor Walikota
Meskipun kini produk-produk pasta gigi lain seperti Pepsodent, Close Up, atau Colgate lebih mudah ditemui di toko-toko kelontong, Odol tetap menjadi istilah yang melekat kuat di benak orang Indonesia.
Pada masa Hindia Belanda, kemasan Odol menampilkan tulisan dalam bahasa Belanda, "Odol Tandpasta," yang berarti pasta gigi.