KetikPos.com -- Tanjidor, sering disebut sebagai tanji, adalah bentuk musik atau orkes rakyat yang melekat kuat dalam warisan budaya Betawi.
Seiring berjalannya waktu, tanjidor tidak hanya bertahan sebagai tradisi musik rakyat, tetapi juga menjadi simbol keberagaman dan kekayaan budaya Betawi.
Musik ini memadukan elemen-elemen musik barat dengan penggunaan alat musik tiup sebagai ciri khasnya. Asal-usul kata "tanjidor" berasal dari "tanji," yang artinya menabuh.
Nama ini merujuk pada suara khas dari tabuhan tambur yang menghasilkan bunyi karakteristik "dor, dor, dor."
Tanjidor menjadi salah satu daya tarik utama dalam berbagai acara di tengah masyarakat Betawi, seperti pesta perkawinan, arak-arakan pengantin sunat, bebesanan, pawai hari raya, dan berbagai perhelatan lainnya.
Sejarah tanjidor memiliki kaitan erat dengan masa pemerintahan Belanda di tanah Betawi pada periode Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Menurut Ernst Heinz, seorang ahli musik asal Belanda, tanjidor mungkin berasal dari praktik musik yang dilakukan oleh para budak yang ditugaskan untuk menghibur tuan mereka.
Interpretasi sejarawan Belanda lainnya, F. De Haan, sejalan dengan pendapat tersebut, menyebutkan bahwa tanjidor muncul dari orkes budak pada masa pemerintahan VOC.
Pada abad ke-18, Kota Batavia, yang saat itu merupakan pusat pemerintahan Belanda, dikelilingi oleh benteng tinggi, dan lahan yang tersedia sangat terbatas.
Para pejabat tinggi kompeni membangun vila di sekitar Kota Batavia, seperti Cililitan Besar, Pondok Gede, Tanjung Timur, Ciseeng, dan Cimanggis.
Di vila-vila tersebut, para budak bekerja dan memiliki keahlian tertentu, termasuk kemampuan memainkan berbagai alat musik.
Ketika perbudakan dihapuskan pada tahun 1860, budak-budak yang merdeka dan memiliki keahlian musik membentuk perkumpulan musik.
Mereka membawa serta pengetahuan dan keterampilan musik yang mereka dapatkan selama menjadi budak.
Perkumpulan ini kemudian menjadi terkenal dengan nama Tanjidor, menciptakan sebuah jejak dalam perjalanan panjang budaya Betawi.