pariwisata-kebudayaan

Incang-Incang Pedamaran: Mengupas Keberagaman dan Kekuatan Tradisi Warisan Budaya Takbenda

DNU
Rabu, 27 Maret 2024 | 21:17 WIB
incang-incang sastra tutur yang disenandngkan tanpa musi oleh penganyam tikar purun di Pedamaran (instagram @menjagapesanluhur)

KetikPos.com - Keindahan alam Sumatera Selatan yang dipenuhi sungai, danau, dan rawa, tersemat kekayaan tak ternilai berupa tradisi budaya yang kaya dan mendalam. Salah satu tradisi yang mencuat dan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Pedamaran adalah incang-incang, sebuah bentuk senandung yang kini telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb).

Mengawali jejaknya tanpa iringan musik, incang-incang lahir dari senandung yang dinyanyikan oleh para wanita sambil menganyam tikar purun. Melalui serangkaian kata-kata yang dihayutkan, para penganyam itu mengungkapkan ragam aspek kehidupan mereka, baik secara batin maupun fisik.

Lazuardi Martin, Penasehat Pemangku Adat Marga Danau, menjelaskan bahwa incang-incang tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan media untuk mengekspresikan kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Sungai dan Tradisi Lisan Senjang Musi Banyuasin

Ragam incang-incang yang hidup dan berkembang di Pedamaran tersebar di berbagai desa, kecuali di tiga desa transmigrasi.

Rian Syaputra, Kades Menang Raya, menjelaskan bahwa incang-incang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat.

Namun, meskipun tradisi ini telah mengakar, hanya sebagian kecil dari penduduk Pedamaran yang masih aktif dalam dunia anyam-menganyam.

Tetapi, hal ini tidak menghentikan momentum lomba incang-incang yang digelar setiap tahun pada bulan Agustus, sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan tradisi ini dan merayakan warisan budaya mereka.

Penutur incang-incang, seperti Komala Sari dan Rusminah Affatah alias Buat Jawo, menjadi penjaga api tradisi ini.

Baca Juga: Membangun Jembatan Budaya: Memelihara Kearifan Lokal Melalui Bersenandung di Perahu Kajang di Tepi Sungai Musi

Mereka telah mengalami dan merasakan kehidupan dari masa ke masa, dan melalui incang-incang, mereka menyampaikan berbagai pengalaman hidup mereka.

Dari keceriaan hingga kesedihan, incang-incang menjadi media untuk membagi pelajaran hidup kepada generasi yang akan datang.

Tidak hanya diungkapkan melalui menganyam tikar purun, incang-incang juga disampaikan tanpa menggunakan tikar, tetapi saat ada acara persedakahan.

Hal ini menjadi bukti bahwa tradisi ini tetap hidup dan relevan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Pedamaran.

Halaman:

Tags

Terkini