pariwisata-kebudayaan

Menelusuri Tradisi Pahingan: Antara Religiusitas dan Kegiatan Ekonomi di Kota Magelang

DNU
Minggu, 31 Maret 2024 | 18:03 WIB
Pahingan di Magelang (tangkapan layar @paradizhop.blogspot.com)

KetikPos.com -- Setiap Minggu pagi, alun-alun Kota Magelang menjadi saksi peristiwa yang langka dan istimewa: tradisi Pahingan.

Fenomena ini tidak terjadi setiap pekan, melainkan hanya sekali setiap 35 hari atau tepatnya setiap Minggu pahing dalam penanggalan Jawa.

Pahingan, demikianlah orang Magelang menyebutnya, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kultur dan identitas kota ini sejak 1958.

Baca Juga: Eksplorasi Mendalam atas Makna dan Keunikan Masjid Mohammad Cheng Ho di Surabaya dan Palembang

Awalnya, tradisi ini digagas oleh pemuka agama Islam seperti Kiai Khudori dari Pesantren Tegalrejo dan beberapa pemimpin pesantren dari daerah sekitar.

Masjid Agung Magelang, yang terletak di sebelah barat alun-alun, menjadi pusat kegiatan Pahingan.

Di sekitarnya, gereja-gereja seperti Gereja Santo Ignatius dan Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) berdiri tegak, menciptakan pemandangan yang menakjubkan tentang harmoni antar-umat beragama.

Baca Juga: Ini Gubernur Sumsel Yang Restorasi Masjid Agung Palembang

Fenomena ini mencerminkan semangat inklusivitas dan toleransi yang sudah lama menjadi ciri khas kota Magelang.

Rangkaian kegiatan Pahingan dimulai dengan tadarus Al-Quran pada pukul 08.00 WIB, diikuti oleh pembacaan doa untuk orang tua dan leluhur pada pukul 09.30 WIB.

Acara kemudian diakhiri dengan ceramah agama hingga menjelang waktu shalat dzuhur.

Tradisi Pahingan saat ini tetap dilestarikan oleh generasi penerus, terutama di bawah bimbingan KH Ahmad Abdul Haq dari Pesantren Watucongol, Muntilan.

Baca Juga: Menyatu dengan Kesejukan Iman: Eksplorasi Wisata Religi di Balik Keindahan Masjid Indonesia

Selain kegiatan keagamaan, Pahingan juga dimeriahkan oleh Pasar Tiban, sebuah pasar dadakan yang menjual berbagai barang dan kebutuhan sehari-hari.

Halaman:

Tags

Terkini