Awalnya berlokasi di halaman masjid, Pasar Tiban kemudian merambat hingga ke trotoar alun-alun karena keterbatasan tempat.
Pedagang dari Magelang dan sekitarnya berjualan berbagai barang, mulai dari kuliner tradisional hingga mainan anak-anak.
Baca Juga: Menyelamatkan Tradisi dan Mata Pencaharian: Kisah Anyaman Purun di Desa Menang Raya, Pedamaran
Bagi para pedagang, kegiatan Pasar Tiban tidak sekadar mencari keuntungan ekonomi, tetapi juga memiliki makna spiritual, seperti "ngalap berkah" atau mencari keberkahan.
Para pengunjung Pahingan akan merasakan nostalgia dengan suasana jadul yang tercipta di Pasar Tiban.
Jajanan tradisional, seperti kacang rebus, singkong, dan gethuk, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.
Baca Juga: Sungai dan Tradisi Lisan Senjang Musi Banyuasin
Di samping itu, pedagang dari berbagai daerah juga menjajakan produk khas daerah mereka masing-masing, menciptakan keragaman dan kekayaan budaya yang khas.
Meskipun Pahingan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas Magelang, belakangan ini, Pemerintah Kota Magelang mengeluarkan larangan terhadap kegiatan Pasar Tiban karena isu ketertiban umum.
Namun, para pegiat kebudayaan di kota ini berharap agar pemerintah dapat membimbing dan mengatur tradisi ini dengan baik, menjadikannya sebagai agenda wisata yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi daerah.
Tradisi Pahingan, dengan segala keunikan dan keragamannya, adalah warisan budaya yang berharga.
Dengan menjaga dan melestarikannya, kita dapat menghargai nilai-nilai keagamaan, kearifan lokal, dan toleransi antar-umat beragama yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan identitas kota Magelang.