Pasal dan Penjara: Mengingatkan Bahaya Melanggar UU Cagar Budaya
Tak hanya itu, Ali Goik, seniman dan budayawan yang ikut hadir dalam aksi, mengingatkan bahwa ada konsekuensi hukum berat bagi pelaku perusakan situs cagar budaya.
“Pasal 105 Undang-Undang Cagar Budaya menyatakan bahwa siapa pun yang merusak situs bersejarah dapat dipidana hingga 15 tahun dan denda Rp5 miliar,” tegasnya.
Sikap Tegas: Warisan Adalah Martabat Kota
AMPCB menyuarakan dua tuntutan utama:
Meminta PTUN Palembang menolak gugatan Asit Chandra atas penetapan Cagar Budaya Kompleks Pemakaman Kramojayo.
Memberikan dukungan penuh kepada Pemerintah Kota Palembang yang telah mengambil langkah tepat dalam melindungi warisan sejarah.
“Penetapan ini bukan hanya tentang batu dan tanah, tapi tentang harga diri Palembang sebagai kota bersejarah. Kami tidak akan tinggal diam melihat warisan ini dicaplok untuk kepentingan komersial,” ujar M. Nasir, Koordinator Lapangan aksi didampingi Kordinator Aksi, Mael.
Respons PTUN: Kami Apresiasi, Tapi Proses Hukum Tetap Berjalan
Massa akhirnya diterima secara simbolis oleh Humas PTUN Palembang, M. Rasyid Ridho, SH, yang menyatakan bahwa perkara ini telah teregister dalam Nomor 21/G/2025/PTUN Palembang.
“Apa yang disampaikan akan kami catat dan sampaikan ke majelis. Tapi tentu putusan tetap menjadi kewenangan majelis hakim yang memeriksa,” ujarnya.
Penutup: Sejarah Adalah Akar Identitas
Aksi ini adalah simbol bahwa masyarakat Palembang tak akan tinggal diam saat sejarah mereka diusik. Bahwa makam leluhur bukan benda dagangan. Bahwa kota ini berdiri bukan hanya karena bangunan tinggi, tetapi karena warisan nilai, cerita, dan jejak sejarah yang wajib dijaga.
"Warisan bukan untuk dijual. Sejarah bukan untuk digugat."