KetikPos.com – Di tengah panas terik Palembang yang menggigit, puluhan warga lintas profesi berdiri tegak dengan spanduk dan seruan lantang.
Mereka bukan sekadar massa biasa—mereka adalah bagian dari Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) yang menggelar aksi damai di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang pada Senin pagi.
Tujuan mereka satu: menolak gugatan Asit Chandra, seorang warga yang menggugat penetapan Kompleks Pemakaman Kramojayo sebagai Cagar Budaya, sebagaimana telah diresmikan oleh Wali Kota Palembang melalui SK Nomor 485/KPTS/DISBUD/2024.
Makam Sejarah yang Dipertaruhkan
Kompleks Pemakaman Kramojayo yang terletak di Jalan Segaran, Kelurahan 15 Ilir, Kecamatan IT I ini bukan sekadar area pemakaman biasa.
Di sinilah terbaring Kramojayo, menantu Sultan Mahmud Badaruddin II sekaligus Perdana Menteri pertama Kesultanan Palembang pada masa kolonial.
Dituduh terlibat pemberontakan terhadap Belanda tahun 1849, Kramojayo wafat pada 1862, meninggalkan jejak sejarah yang dalam di tanah Palembang.
Tak hanya makam beliau, di kompleks itu juga dimakamkan istri, guru, dan kerabat dekatnya. Keberadaan situs ini telah lama diakui warga dan dicatat dalam sejarah lokal sebagai bagian dari identitas kota. Maka tak heran bila Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) merekomendasikan penetapan resmi sebagai Cagar Budaya.
Gugatan yang Mengusik
Namun sejarah yang dijaga ratusan tahun itu kini digugat. Asit Chandra, seorang warga, mengklaim telah membeli lahan makam dari seseorang yang disebut-sebut sebagai zuriat (keturunan) Kramojayo. Dengan dasar ini, ia menggugat SK Wali Kota ke PTUN Palembang.
“Ini tidak masuk akal. Lahan pemakaman umum tidak bisa diperjualbelikan secara pribadi, baik secara hukum maupun secara etika,” tegas Ismail, Koordinator Aksi AMPCB, dalam orasinya.
Jejak Perusakan: Makam yang Ditinggalkan dan Dihancurkan
Yang lebih memilukan, menurut catatan AMPCB, dugaan perusakan di kompleks makam ini bukan hal baru. Ketua AMPCB Vebri Al-Lintani menyampaikan bahwa pada 2017 pernah terjadi penimbunan makam, pada 2022 nisan-nisan dirusak, dan sepanjang 2025 ini, beberapa makam dilaporkan telah dihilangkan.
“Kami khawatir sejarah kita sedang dihapus secara sistematis, demi kepentingan pribadi,” ujar Vebri.