pariwisata-kebudayaan

Ketika Jemari Menari, Tradisi Bernyanyi: Tanggai Sanggar Nago Besaung Membius Parade Bunyi’an 2025

DNU
Sabtu, 26 Juli 2025 | 13:51 WIB
Ketika Jemari Menari, Tradisi Bernyanyi: Tanggai Sanggar Nago Besaung Membius Parade Bunyi’an 2025 (dok)

KetikPos.com  — Di antara denting gamelan, dengung bass elektronik, dan gelegar puisi yang dilantunkan anak muda, ada satu momen di Parade Bunyian 2025 Kawan Lamo Part 4 yang membuat waktu seolah melambat: Tari Tanggai oleh Sanggar Nago Besaung.

Panggung Lawang Borotan yang sejak sore riuh oleh rentetan bunyi dan tepuk tangan tiba-tiba berubah sunyi. Tepat pukul 20.59 WIB, lima penari remaja muncul dengan busana kebesaran Palembang yang gemerlap—selendang berkilau, tanggai emas di jari-jari mereka, dan mahkota bertabur cahaya rembulan.

Mereka menari bukan hanya dengan tubuh, tapi juga dengan hati. Setiap gerak mereka seperti doa yang dipanjatkan dalam diam. Jemari lentik menyambut dengan lembut. Kepala tertunduk memberi hormat. Tak ada satu kata pun, tapi semua orang mengerti: ini bukan sekadar pertunjukan, ini persembahan.

Mereka adalah:

Indiera Fikriaeliny (SMPN 43 Palembang)

Canty Siti Halizah (SMA Negeri 2 Palembang)

Salwa Asyfa (SMPN 18 Palembang)

Siti Maziyah Malala (SDN 55 Palembang)

Kalila Qatrunnada (SD IBA Palembang)

“Tari Tanggai ini bukan hiburan semata. Ia adalah cara nenek moyang kita menyambut tamu dengan penuh rasa hormat, sekaligus menanamkan nilai adab yang kini mulai terlupa,” ujar Muhammad Nasir, Ketua Dewan Kesenian Palembang (DKP) yang tampak terharu malam itu.

Tanggai: Antara Kekhidmatan dan Kemegahan

Tak banyak tarian yang bisa membungkam ratusan penonton tanpa sepatah kata. Tapi Tanggai melakukannya. Penonton tak bersorak, tak bernyanyi—hanya menatap, merekam, mengagumi. Ada yang terdiam. Ada pula yang tak sadar, menggenggam tangan pasangan di sebelahnya, seolah takut momen itu hilang terlalu cepat.

Ketika Jemari Menari, Tradisi Bernyanyi: Tanggai Sanggar Nago Besaung Membius Parade Bunyi’an 2025 (dok)

Dan ketika musik berhenti dan para penari memberi salam penutup, tepuk tangan pun pecah seperti hujan pertama di musim kemarau.

Halaman:

Tags

Terkini