3 perahu bidar dari instansi resmi.
Puluhan peserta lainnya dari sektor swasta, BUMN, komunitas dayung, hingga asosiasi budaya.
“Tahun lalu, jumlah penonton di tepi Sungai Musi mencapai sekitar 60 ribu orang. Tahun ini kami targetkan bisa lebih dari itu. Maka dari itu, sistem keamanan, zonasi, dan manajemen penonton akan kami perketat dan rapikan,” tambah Sulaiman.
Koordinasi Lintas Instansi: Sungai Musi Dibagi Zona Pengamanan
Untuk menjamin ketertiban dan keselamatan pelaksanaan festival, Pemkot bersama Forkopimda sepakat membagi kawasan Sungai Musi menjadi beberapa zona pengamanan. Setiap instansi dan unsur aparat akan mendapatkan tugas khusus di wilayah tanggung jawab masing-masing.
Upaya ini diambil untuk menghindari:
Kemacetan jalur air,
Penumpukan penonton di satu titik,
Serta potensi gangguan terhadap peserta lomba dan wisatawan.
Wali Kota juga meminta agar kegiatan festival tidak hanya dipandang sebagai seremonial semata, melainkan menjadi wajah budaya kota Palembang di mata nasional.
Lebih dari Sekadar Lomba: Ini Warisan, Ini Identitas
Festival Perahu Bidar adalah bentuk cinta Palembang pada akarnya. Di tengah arus globalisasi dan modernitas, perayaan ini adalah penegas identitas masyarakat sungai, masyarakat yang tangguh, kompak, dan kreatif.
Melalui perahu bidar, Palembang tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga menunjukkan pada Indonesia bahwa tradisi bisa tetap hidup berdampingan dengan zaman, selama ada komitmen dan rasa memiliki dari seluruh elemen kota.
“Ini bukan hanya soal dayung dan lomba, ini soal bagaimana kita menjaga jati diri Palembang sebagai kota sungai yang kaya budaya. Saya ingin festival tahun ini menjadi momentum kebangkitan perahu bidar di tingkat nasional,” pungkas Wali Kota Ratu Dewa.
Semarakkan, Lestarikan, Banggakan!