pariwisata-kebudayaan

Wisata Forwida Hidupkan Memori Kota Sungai: Dari Riak Musi, Kisah Palembang Menggema

Senin, 25 Agustus 2025 | 23:01 WIB
Wisata Forwida Hidupkan Memori Kota Sungai: Dari Riak Musi, Kisah Palembang Menggema (dok)

 

KetikPos.com – Pagi masih muda ketika riak Sungai Musi memantulkan sinar matahari. Di dermaga Gedung Kesenian Palembang, puluhan orang berkumpul, bukan sekadar untuk menyeberang, tapi untuk menyelami jejak masa lalu kota yang dibangun di atas air.

Inilah Wisata Budaya Forwida, sebuah perjalanan menyusuri memori yang nyaris terlupakan. Dengan ketek-ketek yang berderu, para peserta meninggalkan tepian kota. Dari atas air, Palembang tampak lain—rumah-rumah panggung berjajar, Jembatan Ampera menjulang, dan arus sungai yang seakan berbisik tentang sejarah.

Mang Dayat, pemandu wisata yang dikenal sebagai “kamus hidup” sejarah Palembang, memulai narasi. Suaranya tegas, penuh energi, menyuguhkan kisah-kisah yang jarang ditemukan di buku pelajaran.

“Palembang ini bukan hanya kota, tapi peradaban sungai. Di sinilah lahir para pejuang dan pengrajin yang mengukir nama kita di peta dunia,” ujarnya sambil menunjuk ke tepian Musi.

Wisata Forwida Hidupkan Memori Kota Sungai: Dari Riak Musi, Kisah Palembang Menggema (dok)

Jejak Heroik di Pulo Kemaro

Perhentian pertama: Pulo Kemaro. Selama ini dikenal lewat legenda cinta Tan Bun An dan Siti Fatimah, pulau ini juga menyimpan kisah pertempuran. Nama Kapitan Bongsu, panglima Kesultanan Palembang Darussalam, kembali mengemuka. Para peserta terdiam mendengar bagaimana Musi dulu menjadi medan perlawanan terhadap kolonial Belanda.

“Air ini bukan hanya mengalirkan perdagangan, tapi juga darah perjuangan,” lanjut Mang Dayat, membuat suasana hening sesaat.

Ziarah Hening di Pulau Seribu

Perjalanan berlanjut ke Pulau Seribu, tempat bersemayam Ibu Raden Fatah, sosok yang jarang disebut dalam sejarah arus utama. Para peserta berdiri khidmat di depan pusara sederhana.

“Sering kali kita hanya mengenang raja dan panglima. Padahal perempuan pun menyimpan kisah besar,” bisik salah satu peserta.

Songket dan Jumputan: Narasi di Balik Benang Emas

Dari sana, ketek kembali berlayar, kali ini menuju Kampung Tuan Kentang di 15 Ulu—sentra songket dan jumputan. Rumah-rumah kayu kembar peninggalan masa lalu berdiri anggun, menjaga cerita di tiap tiangnya. Jemari pengrajin menari di atas benang emas, menenun kain yang tak sekadar busana, tapi identitas.

Halaman:

Tags

Terkini