KetikPos.com, Palembang -- Di tengah gemerlap lampu panggung Gedung Graha Budaya Jakabaring, Minggu (19/10/2025), ratusan siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) duduk dengan mata berbinar.
Bagi mereka, hari ini bukan sekadar menonton teater. Ini adalah perjalanan waktu menuju masa perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II, pahlawan yang selama ini hanya mereka kenal lewat foto di bandara.
Lewat pementasan “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan”, anak-anak disabilitas dari berbagai daerah di Sumatera Selatan belajar bahwa sejarah bisa dihayati dengan hati, bukan hanya dihafal di buku.
Seni yang Menyentuh, Sejarah yang Terasa
Ketika suara gendang bergema dan aktor di atas panggung meneriakkan seruan melawan penjajahan, beberapa anak bertepuk tangan — sebagian lagi tersenyum lebar, menikmati irama perjuangan.
Mereka mungkin tak bisa membaca cepat atau mendengar jelas, tapi lewat teater, mereka bisa “merasakan” semangat perjuangan.
“Anak-anak kami hari ini benar-benar senang. Biasanya mereka hanya tahu Sultan Mahmud Badaruddin II dari gambar di bandara. Tapi setelah menonton ini, mereka tahu kisahnya — tahu bahwa pahlawan itu juga dari Sumsel,” ujar Jumingan, S.Pd, Ketua MKKS SLB Sumsel.
Ia datang bersama 100 guru dan siswa. “Kegiatan seperti ini membuka ruang belajar baru bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Kami bisa jadikan ini bahan pelajaran di sekolah — belajar sejarah lewat seni,” tambahnya dengan mata berbinar.
Teater Jadi Ruang Inklusif
Tak banyak kegiatan budaya yang secara sadar melibatkan komunitas disabilitas sebagai penonton utama.
Namun hari itu, panggung Graha Budaya berubah menjadi ruang inklusif, tempat semua orang — tanpa batasan fisik atau intelektual — bisa menikmati kisah perjuangan dengan cara mereka sendiri.
“Anak-anak kami belajar dengan perasaan. Ketika melihat adegan perjuangan, mereka bisa memahami nilai keberanian dan cinta tanah air lewat ekspresi aktor,” ujar Muhammad Husaini, M.Pd, Kepala SLB C Karya Ibu Palembang.
Menurutnya, kegiatan seperti ini harus terus digelar, karena “anak-anak sekarang banyak yang hafal nama pemain bola, tapi lupa nama pahlawan.”
“Teater seperti ini mengingatkan mereka: kita punya pahlawan besar dari tanah sendiri. Ini bukan sekadar tontonan, tapi pelajaran hidup,” tambahnya.
Baca Juga: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan: Ketika Cinta, Laga, dan Sejarah Bertemu di Panggung Palembang
Dari Penonton ke Pembelajar
Bagi Anisa, Kepala SLB Negeri Ogan Ilir, pengalaman ini adalah bentuk nyata bahwa kebudayaan bisa menjangkau siapa pun.
“Ini pertama kali kami diundang menonton teater sebesar ini. Anak-anak kami merasa istimewa,” ujarnya tersenyum.