KetikPos.com, Palembang – Pementasan hari keempat teater “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” di Gedung Graha Budaya Jakabaring, Senin (20/10/2025), kembali memancarkan magnetnya.
Sejak pintu gedung dibuka, ratusan penonton dari berbagai kalangan sudah memadati area pertunjukan. Tiket nyaris habis di setiap sesi — bukti bahwa masyarakat Sumatera Selatan masih haus akan hiburan yang menyentuh sisi sejarah dan kebangsaan.
Namun kali ini, ada pemandangan yang berbeda. Di antara deretan kursi penonton, tampak wajah-wajah muda pelajar berseragam sekolah duduk dengan antusias. Mereka datang bersama para kepala sekolah dari berbagai lembaga pendidikan di Palembang.
Baca Juga: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan: Ketika Cinta, Laga, dan Sejarah Bertemu di Panggung Palembang
Dari Panggung Sejarah ke Ruang Belajar
Pertunjukan garapan Vebri Al-Lintani, yang juga menulis naskahnya, memang tidak sekadar tontonan.
Melalui dialog yang berjiwa, musik yang menggugah, dan tarian tradisional yang menawan, teater ini menjadi ruang refleksi kolektif bagi penonton — mengajak mereka merenungkan semangat perjuangan, identitas daerah, dan nilai kejujuran serta keberanian yang diwariskan Sultan Mahmud Badaruddin II.
“Melalui seni, kita belajar tentang siapa diri kita. Sultan Mahmud Badaruddin II adalah simbol keberanian dan harga diri orang Palembang. Ia ‘harimau’ yang tak tunduk pada penjajah,” ujar Vebri selepas pertunjukan.
Daya tarik itulah yang menjadikan pementasan ini magnet bagi generasi muda hingga para tokoh pendidikan.
Bagi mereka, teater ini bukan hanya sarana hiburan, tapi juga pembelajaran karakter — cara elegan mengenalkan sejarah dengan bahasa yang hidup dan penuh makna.
Dukungan Dunia Pendidikan: Belajar Sejarah Lewat Seni
Salah satu hal yang paling menarik perhatian di hari keempat adalah kehadiran sejumlah kepala sekolah dari berbagai jenjang pendidikan di Palembang.
Tercatat Kepala Sekolah SMA 19, SMA 2, SMA 20, dan SD 76 hadir bersama rombongan siswa mereka.
Tak ketinggalan, Kepala Sekolah SMA 3, SMA 6, SMA 12, SMA 18, SMA 16, SMA SON, SMK 8, dan SMA Maitreyawira juga turut menyaksikan langsung pementasan tersebut.
Kehadiran mereka bukan sekadar formalitas, melainkan wujud nyata komitmen dunia pendidikan dalam mendukung seni dan budaya sebagai bagian dari pendidikan karakter.
“Anak-anak harus tahu siapa pahlawan dari tanah mereka sendiri. Lewat teater seperti ini, sejarah menjadi hidup — bukan sekadar teks di buku,” ujar salah satu kepala sekolah yang hadir.
Bagi para siswa, menonton pertunjukan ini terasa seperti menjelajahi masa lalu — menyaksikan langsung keberanian Sultan Mahmud Badaruddin II menentang penjajahan Inggris dan Belanda, sekaligus memahami makna keberanian dalam konteks masa kini.