KetikPos.com -- Benteng Kuto Besak (BKB) ternyata hari ini sudah berumur 226 tahun. Meski sudah dua abad lebih, benteng itu masih berdiri kokoh. Pembangunannya memakan waktu 17 tahun dan perekatnya menggunakan semen dan putih telur.
Benteng yang hari ini merayakan ultah adalah peninggalan Kesultanan Palembang Darusalam. Selain menggoreskan nilai-nilai ajaran Islam, Kesultanan Palembang ini juga meninggalkan beberapa peninggalan sejarah.
Diantaranya, Benteng Kuto Besak, Mesjid Agung, juga bangunan yang kini dijadikan Museum Sultan mahmud Badaruddin II.
Seperti dikutip dari narasi Channel youtube @Mangdayat, yang berjudul Benteng Kuto Besak Kewibawaan Kesultanan Palembang Darusalam/Wong Palembang Harus Tau Ceritonyo, keberadaan Benteng Kuto Besak tidak lepas dari Kesultanan Palembang.
Mengingat tujuan utama berdirinya benteng ini dimaksudkan sebagai pertahanan dari serangan penjajah asing.
Kesultanan Palembang Darussalam merupakan kerajaan Islam yang besar pengaruhnya di dalam pengembangan ajaran Islam di nusantara.
Dari kesultanan yang sudah berdiri sejak tahun 1700-an ini lahir beberapa tokoh Islam yang berpengaruh dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda, salah satunya adalah Sultan Mahmud Badaruddin II.
Selain meninggalkan ajaran Islam, Kesultanan Palembang juga meninggalkan beberapa bangunan bersejarah yang hingga kini masih bisa disaksikan.
Bangunan bersejarah tersebut antara lain seperti Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dan Benteng Kuto Besak di sebelah baratnya.
Keberadaan Benteng Kuto Besak tidak lepas dari Kesultanan Palembang, mengingat tujuan utama berdirinya benteng ini dimaksudkan sebagai pertahanan dari serangan penjajah asing.
Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang.
Ide mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan oleh penerusnya yaitu Sultan Muhammad Bahauddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.
Sultan Mahmud Bahauddin ini adalah seorang tokoh kesultanan Palembang Darussalam yang realistis dan praktis dalam perdagangan internasional, serta seorang agamawan yang menjadikan Palembang sebagai pusat sastra agama di Nusantara.
Menandai perannya sebagai sultan, ia pindah dari Keraton Kuto Lamo ke Kuto Besak