Nah, kembali ke kata bidar tadi, karena dia homonim maka kalau salah memaknai maka akan terjadi salah penafsiran. Kalau tidak digunakan bersamaan mungkin bisa dipahami.
Meski terkadang bisa juga keliru kalau salah memahaminya. Apalagi, kalau digunakan dalam kalimat yang sama.
Baca Juga: HUT RI, Momen Koboi Napak Tilas Kerajaan Palembang
kalimat: Bidar menerima mahasiswa baru tahun ini mulai bulan Agustus.
atau Lomba bidar dilaksanakan di Sungai Musi.
Kata bidar di dua kalimat itu tetap berpotensi salah makna kalau tidak teliti dan salah menafsirkannya sesuai konteks.
Karenanya, pada penggunaan homonim ini perlu pemahaman sesuai konteks kalimat.
Konteks itu maksudnya menempatkan sesuai dengan tujuan, apa, dimana dan untuk apa atau dengan siapa dan dalam kondisi apa kata dan kalimat itu digunakan.
Nah, lebih rumitlagi kalau kata bidar itu digunakan dalam waktu bersamaan. misalnya: Bidar tidak ikut bidar.
Atau pada kalimat berikut: Ikut bidar, mahasiswa Bidar tidak ikut ujian semester.
Bidar dilaksanakan dengan melibatkan dosen Bidar sebagai juri.
atau: Mahasiswa Bidar tidak dilarang ikut bidar.
Demikianlah, bahasa memang bersifat dinamis. Dahulu, bidar itu maknanya sesuai makna leksikon (kamus), hanyalah yang tertera di kamus.
Dalam perkembangan, bisa saja ketemu atau ada kata yang kebetulan bunyi atau tulisan, atau bunyi dan tulisan sama, tetapi makanya berbeda karena memang merupakan kata yang berbeda.
Untuk menghindari salah komunikasi, perlu pemahaman konteks sehingga tidak terjadi salah komunikasi.