KetikPos.com -- Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) menilai Pemkot Palembang telah melakukan pembiaran hingga berdampak pada rusaknya Balai Pertemuan/Baper (eks KBTR). Ini merupakan salah satu pembiaran terhadap cagar budaya yang ada di Palembang.
Karenanya, menurut budaya wan Palembang, Vebri Alintani, pihaknya mendesak dua hal kepada Walikota Palembang.
Yang pertama: Pihak Pemkot memugar kembali Gedung Baper sesuai dengan kaidah UU Cagar Budaya; dan yang kedua, Memfungsikan Balai Pertemuan sebagai Sarana dan Prasarana Kesenian dengan nama Taman Budaya atau Gedung Kesenian Palembang yang pengelolaannya diserahkan ke Dinas Kebudayaan dan Dewan Kesenian Palembang.
Menurut Vebri yang juga mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang ini, Balai Pertemuan adalah salah satu gedung di kawasan Societeit yang dibangun Belanda pada 1928. Fungsi fasilitas societeit untuk sosialita dan hiburan orang orang Belanda. Pada masa kemedekaan RI, Baper menjadi tempat keguatan festival, pertemuan, seminar dan lain-lain.
Pada masa Wako Edi Santana Baper dijadikan Kantor Pol PP. Dan di masa Wako Romi Herton gedung yang berada di kawasan cagar budaya BKB ini dikelola pihak ketiga menjadi Kuto Besak Theatre Restoran (KBTR).
Ditambahkannya, tahun 2019 kembali dikelola oleh Pemkot yang Wakonya Harnojoyo, namun Baper yang sudah didaftar sebagai Cagar Budaya ini ditelantarkan.
"Saat ini Balai Pertemuan rusak parah. Hampir semua kusen jendela dan pintu berbahan tembesu dijarah dan dicuri oleh orang. Begitu pula kabel dan peralatan yanG laku dijual," tambahnya disampingi Dr Dedi Irwanto sebagai Ketua Masyarakat Sejarah Insonesia (MSI) Palembang, M Iqbal Rudianto (ketua DKP), Qusoi (Gong Sriwijaya), Ali Goik (Yayasan Depati) Kemas Ari Panji (Puskass), Youtuber Mang Dayat, dan beberapa senaiman maupun
budayawan Palembang lainnya.
Rencananya, para senimnam, budayawan dana pihak yang peduli terhadap cagar budaya hari ini, akan melakukan bakti sosial dengan membersihkan kawasan Baper serta melakukan
aksi pertunjukan dan tetaerikal.
Ditegaskan Vebri, pihaknya menyimpulkan Baper Rusak Parah. Penjarahan dan pencurian ini sungguh tidak masuk akal karena Baper berada di lingkungan kantor Pemkot sendiri. Pemkot yang memiliki kekuasaan, kewenangan dan aparat sudah seharusnya melakukan tindakan pelindungan dan penyelamatan terhadap Cagar Budaya. Tapi, upaya ini tidak dilakukan sama sekali oleh Pemkot. Bahkan terkesan pembiaran.
Kasus Baper hanya salah satu pembiaran dan penelantaran Cagar Budaya oleh Pemkot Palembang. Belum ada satupun cagar budaya yang disertifikasi oleh Wako Palembang. Kecuali Pasar Cinde yang malang, dilahirkan untuk dibunuh dihancurkan setelah beberapa hari disertifikasi. Pesertifikasian cagar budaya merupakan mandat undang-undang Cagar
Budaya dalan upaya perlindungan.
Kasus pembiaran gedung Baper hanya salah satu contoh dari banyak cagar
budaya di Palembang. Bahkan, akhir akhir ini tercuat kasus perusakan makam Perdana Menteri pertama di masa Belanda, Kramo Jayo, pemberitaan Goa Jepang di Jl AKBP Umar yang sdh ditutupi Rimba, kasus rencana perluasab RS AK Gani, renovasi jembatan Ampera dan masih banyak lagi.
Atas kenyataan di atas, dapat disimpulkan, agaknya Wako Hanojoyo memang tidak peduli atau mungkin memang tidak memiliki pengetahuan tentang pentingnya menjaga Cagar Budaya.
Namun anehnya, pada tahun 2022 lalu Harnojoyo dinobatkan juga sebagai Ketua Jaringan Kota Pusaka Indonesia. Kota Pusaka yang seharusnya menjaga cagar budaya.
Beberapa waktu lalu, Dinas Kebudayaan mengusulkan agar Baper dijadikan Taman Budaya. Sementara itu, Dewan Kesenian Palembang mengusulkan Gedung Kesenian. Apapun
namanya, intinya kedua instansi ini mengusulkan adanya sarana dan prasarana (sarpras) kesenian yang telah didamba-dambakan dan menjadi kebutuhan masyarakat seni di kota tua ini. Dan kota terbesar kedua di sumatera ini, memang belum ada sapras semacam itu.
Menurut info dari Dinas Kebudayaan Palembang, usulan tersebut disambut baik oleh Wako. Namun kabar terakhir, Wako Harnojoyo menyerahkan Baper ke Badan Amil Zakat Nasional
Palembang. Bahkan kata seorang stafsus Baznas sudah MoU dengan Pemkot dan siap pindah. Jika kabar ini benar, maka kami nilai kebijakan Wako tidak tepat sasaran alias nganar. Sebab, kawasan BKB seharusnya dijadikan pusatkegiatan kebudayaan, mengingat sejarahnya.