KetikPos.com -- Isu pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuat seiring dengan kedatangan sejumlah tokoh yang menamakan diri Petisi 100 ke Kantor Menkopolhukam Mahfud MD pada 9 Januari 2024.
Dalam pertemuan itu, mereka meminta Mahfud MD untuk memakzulkan Jokowi dan bahkan menginginkan Pemilu 2024 dilakukan tanpa kehadiran Jokowi.
Meskipun Mahfud MD menyatakan bahwa hal itu bukan kewenangannya, proses pemakzulan presiden di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Menurut penjelasannya, terdapat lima syarat utama yang harus terpenuhi kalau pemakzulan ingin dilakukan:
- Terlibat dalam Korupsi: Presiden terlibat dalam tindak pidana korupsi.
- Terlibat dalam Penyuapan: Keterlibatan presiden dalam penyuapan.
- Melakukan Penganiayaan Berat atau Kejahatan Berat: Jika presiden terlibat dalam penganiayaan berat atau kejahatan berat.
- Melanggar Ideologi Negara: Presiden melanggar ideologi negara.
- Melanggar Kepantasan dan Etika: Melanggar norma kepantasan dan etika.
Pasal 7A dan 7B UUD 1945 menjadi landasan hukum yang mengatur proses pemakzulan presiden.
Dalam konteks ini, pemakzulan bisa dilakukan jika presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, termasuk pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, serta perbuatan tercela.
M Laica Marzuki, seorang eks Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, menegaskan bahwa alasan pemakzulan harus berkonotasi hukum (rechtmatigheid) dan tidak bersifat kebijakan (doelmatigheid).
Ini berarti bahwa alasan pemakzulan harus terkait dengan pelanggaran hukum yang jelas dan bukan semata-mata kebijakan politik. Walaupun demikian, jika kebijakan merupakan modus operandi kejahatan, maka dapat dikategorikan sebagai rechtmatigheid.
Selain itu, presiden juga dapat dimakzulkan jika tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
Ini mencakup aspek-aspek seperti kewarganegaraan, ketidakmampuan rohani dan jasmani, serta ketaatan terhadap ideologi negara.
Untuk memulai proses pemakzulan, diperlukan usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Proses ini memastikan bahwa seluruh syarat pemakzulan telah terpenuhi sebelum langkah selanjutnya diambil.
Meskipun tuntutan pemakzulan dapat muncul sebagai ekspresi politik, namun proses hukum yang jelas dan memenuhi ketentuan konstitusional harus diikuti untuk memastikan keabsahan dan keadilan dalam menjalankan mekanisme pemakzulan presiden.