Ketikpos.com, Jakarta - Indonesia adalah negeri yang dilukiskan para leluhur sebagai gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Tanah subur, laut luas, gunung emas, hutan raksasa, dan cadangan energi yang seharusnya menjadikan bangsa ini makmur.
Namun kenyataan di lapangan justru menyakitkan: rakyat di negeri paling kaya sumber daya ini tetap bergelut dalam kemiskinan.
Kontras dengan Uni Emirat Arab (UEA) yang hanya bertumpu pada minyak, namun berhasil menjamin warganya hidup sejahtera. Ironinya, Indonesia yang jauh lebih besar justru jadi negara dengan rakyat miskin di atas tanah superkaya.
Jawaban atas paradoks ini sederhana: korupsi kronis, tata kelola negara yang kacau, dan oligarki rakus yang menjelma sebagai “VOC modern” di republik merdeka.
Korupsi Abadi: Mesin Penghisap Uang Rakyat
Korupsi di Indonesia bukan sekadar penyakit, tapi sudah menjadi DNA kekuasaan. Dari proyek jalan tol, migas, batu bara, hingga bansos—uang rakyat selalu bocor ke kantong pejabat, pengusaha, dan kroni.
Ratusan triliun rupiah raib setiap tahun. Padahal angka itu bisa membangun ribuan sekolah, rumah sakit, hingga desa-desa modern. Tetapi, rakyat hanya mendapat sisa remah, sementara elit politik menikmati pesta di atas penderitaan bangsa.
Negara Tanpa Arah: Pemerintahan yang Sibuk Gimik
Selain korupsi, masalah terbesar adalah manajemen negara yang amburadul. Pemerintah lebih sibuk mengurus citra, pencitraan, dan politik dagang sapi ketimbang membangun pondasi ekonomi jangka panjang.
Kontrak dengan perusahaan asing dibuat seenaknya, hasil bumi dijual murah, sementara rakyat tetap merana. Inilah wajah negara tanpa visi, yang lebih mirip perusahaan keluarga ketimbang republik yang seharusnya berdiri untuk rakyat.
Oligarki Kompeni: VOC Gaya Baru di Nusantara
Indonesia hari ini sejatinya masih dijajah. Bedanya, penjajah bukan Belanda, melainkan oligarki lokal yang berkolaborasi dengan korporasi global.
Tambang emas, nikel, perkebunan, energi, hingga pangan dikuasai segelintir kelompok. Mereka bukan sekadar pengusaha, tetapi pengendali kekuasaan. Mereka bisa menentukan undang-undang, menggiring regulasi, bahkan memasang boneka politik di kursi presiden.
Demokrasi hanya menjadi panggung sandiwara. Rakyat dibiarkan memilih, tapi yang menang tetap oligarki.
Pelajaran dari UEA: Kekayaan Harus Pulang ke Rakyat
UEA hanya punya minyak, tapi berhasil mengubahnya menjadi modal membangun peradaban modern: pendidikan gratis, layanan kesehatan kelas dunia, infrastruktur futuristik, dan subsidi rakyat.
Kenapa? Karena mereka memastikan hasil bumi tidak dikeruk oligarki, tapi dikembalikan ke rakyat.
Indonesia bisa meniru, jika ada keberanian politik.
Tantangan Prabowo: Berani Hantam Oligarki atau Jadi Boneka Baru?
Presiden Prabowo menghadapi pilihan sejarah: menjadi jenderal yang berani melawan oligarki, atau sekadar presiden yang tunduk pada kompeni modern.
Langkah ekstrem yang harus diambil:
1. Berantas korupsi tanpa kompromi – hukuman mati bagi koruptor, bukan sekadar penjara hotel.
2. Rampas aset oligarki – kembalikan tambang, perkebunan, dan sumber daya strategis untuk negara.
3. Reformasi manajemen negara – pangkas birokrasi, digitalkan tata kelola, jadikan meritokrasi nyata.
4. Bangun ekonomi berdaulat – stop ekspor bahan mentah, majukan hilirisasi, dan perkuat BUMN strategis.
Jika Prabowo berani, sejarah akan mencatatnya sebagai pemimpin yang menghancurkan VOC gaya baru. Jika tidak, ia hanya akan menjadi presiden lain yang mewarisi kutukan Nusantara: kaya sumber daya, miskin rakyat.
Kutukan Nusantara Harus Diakhiri
Indonesia tidak kekurangan emas, nikel, gas, atau tanah subur. Yang hilang hanyalah keberanian politik.
Jika korupsi tidak dibasmi, oligarki tidak dihancurkan, dan tata kelola tidak dibenahi, maka rakyat akan tetap jadi penonton di tanah sendiri.
Kini pertanyaannya tinggal satu:
Apakah Prabowo berani menghantam oligarki, atau sejarah akan kembali mencatat Indonesia sebagai negeri kaya raya dengan rakyat melarat?
(as)
#KutukanNusantara #IndonesiaKayaRayaRakyatMiskin #OligarkiKompeni #BerantasKorupsi #HancurkanOligarki #RampasAsetKoruptor #PrabowoBerani #EkonomiBerdaulat #RakyatVsOligarki #IndonesiaBangkit