Banding-Banding Whoosh vs Land Bridge: Jalur Pendek, Utang Panjang

photo author
- Minggu, 26 Oktober 2025 | 08:47 WIB
Menyoroti nilai investasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. (Instagram.com/@keretacepat.id) (Dok)
Menyoroti nilai investasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. (Instagram.com/@keretacepat.id) (Dok)


KetikPos.com – Bayang-bayang utang proyek kereta cepat Whoosh kembali menyalak di tengah rel pembangunan Indonesia. Proyek yang diimpikan menjadi simbol kemajuan transportasi nasional itu kini justru jadi bahan perbandingan panas dengan proyek Land Bridge di Arab Saudi — meski sama-sama menghubungkan dua kota, biaya dan ceritanya jauh berbeda.
Misteri di Balik Kontrak “Tertutup”
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD membuka lagi bab lama yang belum selesai: transparansi kontrak antara Indonesia dan China.
“Bahkan DPR saja tidak tahu isi kontraknya,” ucap Mahfud lewat kanal YouTube pribadinya, Sabtu (25/10/2025).
Pernyataan itu menyulut tanda tanya publik: apakah dokumen kerja sama yang menelan puluhan triliun itu benar-benar tak bisa diakses?
Padahal, di atas kertas, proyek ini dijalankan oleh Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) — kolaborasi BUMN Indonesia lewat PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan China Railway International Co. Ltd dari Tiongkok.
Pinjaman, Bunga, dan Luka Lama
Total investasi Whoosh mencapai USD 7,27 miliar atau sekitar Rp120,6 triliun, di mana 75 persen dananya berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga tetap 2 persen per tahun selama 40 tahun.
Bandingkan dengan tawaran Jepang dulu: bunga 0,1 persen per tahun.
Namun, sejarah sudah berjalan — dan bunga pun kini ikut berbunga.
Yang membuat publik makin risau, biaya proyek membengkak (cost overrun) hingga USD 1,2 miliar (Rp19,9 triliun).
Untuk menutupinya, konsorsium kembali meminjam dari bank China — kali ini dengan bunga di atas 3 persen.
PT KAI kini menanggung utang Rp6,9 triliun, sementara pemerintah berulang kali menegaskan, “APBN tak akan menanggung beban itu.”
Jalan Keluar: Restrukturisasi
Dalam Rencana Kerja Danantara 2025, “restrukturisasi Whoosh” jadi salah satu dari 22 program strategis.
Opsi yang disiapkan: penambahan ekuitas, hingga kemungkinan menjadikan sebagian aset proyek sebagai Badan Layanan Umum (BLU).
Luhut Binsar Pandjaitan menyebut langkah ini sebagai solusi paling realistis.
“Saya terima sudah busuk itu barang. Kemudian kita coba perbaiki, kita audit, kita berunding dengan China,” katanya lugas.
Kini, pemerintah menunggu Keppres pembentukan tim restrukturisasi. Luhut menegaskan, “Whoosh tinggal restrukturisasi saja, tak perlu APBN.”
Ketika Rel Panjang Justru Lebih Murah
Di tengah polemik itu, publik mulai membandingkan Whoosh dengan proyek Saudi Land Bridge, bagian dari Saudi Vision 2030.
Jalur kereta sepanjang 1.500 kilometer yang menghubungkan Laut Merah dan Teluk Arab itu hanya menelan USD 7 miliar (Rp116,3 triliun) — lebih murah dari Whoosh yang cuma 142 kilometer.
Perbandingan ini seperti menatap dua dunia berbeda:
Whoosh: Rel pendek, biaya selangit.
Land Bridge: Rel panjang, biaya “irit.”
Dari segi efisiensi, proyek Saudi tampak melaju mulus di jalur cepat, sementara Whoosh masih bergulat dengan sinyal merah: utang, bunga, dan transparansi.
masa Depan
Whoosh memang sudah berdiri megah di lintasan Jakarta–Bandung. Tapi di balik kecepatan 350 km/jam, tersimpan cerita yang berjalan jauh lebih lambat: soal tata kelola, utang, dan kepercayaan publik.
Dan kini, di antara gemuruh rel baja, satu pertanyaan masih menggema:
Apakah proyek ini benar-benar membawa Indonesia ke masa depan — atau sekadar berhenti di stasiun utang berikutnya?

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kejaksaan RI telah Bertransformasi & Mereformasi Diri

Rabu, 19 November 2025 | 12:23 WIB
X