"Di Lahat juga terdapat PLTU Keban Agung dan di sekitar PLTU ini ada petani yang mengaku penghasilnya menurun sejak PLTU ini beroperasi,"katanya
Boni dari Perwakilan Perkumpulan Sumsel Bersih mengatakan bawah, dalam momentum peringatan Hari Bumi tanggal 22 April 2025 ini pemerintah Sumatera Selatan seharusnya bisa mengambil langkah besar dalam menyelamatkan masyarakat dari bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.
"Sepanjang tahun 2024-2025 di berbagai daerah di Provinsi Sumsel diterpa bencana alam mulai dari banjir hingga kebakaran hutan hal ini di sebabkan kerusakan lingkungan,"katanya
Ia menilai percepatan transisi energi yang adil dan berkelanjutan merupakan hal yang penting dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan guna memitigasi kerusakan lingkungan.
Maka seruan stop dan evaluasi pembangunan PLTU batubara baru di Provinsi Sumsel karena setiap pembangunan PLTU dan tambang akan berbanding lurus dengan hilangnya lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi sumber perekonomian masyarakat.
"Sementara saat ini bauran energi Provinsi Sumsel sebesar 24,14% telah melebihi target baur energi nasional dengan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang terpasang saat ini sebesar 989,12 MW, maka seharusnya Sumsel dalam menwujudkan transisi energi harus berani mengajukan pengurangan PLTU batubara sebesar pembangkit EBT yang telah terpasang,"pungkasnya.
Diketahui Koalisi Sumatera Menolak Punah terdiri dari Apel Green Aceh, Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH), Yayasan Srikandi Lestari , LBH Padang, LBH Pekanbaru, LBH Bandar Lampung, LBH Palembang, Fitra Riau, Lembaga Tiga Beradik , Perkumpulan Hijau, Kanopi Hijau Indonesia, Haki, Sumsel Bersih, Yayasan Anak Padi Lahat, Pilar Nusantara, JMPEB, Komite Aksi Penyelamat Lingkungan (KAPL), PUKL Muba, PMKRI Palembang , Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia , Forum Konservasi Gajah Indonesia Sumsel , Mapala Sabak dan Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB),