daerah

Andreas Okdi Priantoro Bongkar Dugaan Pelanggaran Proyek Ruko di Sempadan Sungai Bendung

Minggu, 12 Oktober 2025 | 18:36 WIB
Anggota DPRD Kota Palembang dari Fraksi PDI Perjuangan Andreas Okdi Priantoro, SE., Ak., SH, saat meninjau lokasi rencana pembangunan ruko di sungai bendung (Dok Ist/KetikPos.com)

Andreas juga menyoroti ancaman kemacetan jangka panjang akibat pembangunan ruko di kawasa tersebut serta potensi terganggunya proyek nasional penataan sungai dan pengendalian banjir di Palembang.

"Kawasan ini bagian dari sistem air kota. Setiap perubahan fisik di tepi sungai akan berdampak langsung terhadap daya tampung air dan risiko banjir,” ujarnya.

Baca Juga: Putus Rantai Pungli Penertiban Pedagang, Andreas Desak Walikota Evaluasi Satpol PP Palembang

Dia menegaskan bahwa prinsip Zero Delta Q, yakni kewajiban pengembang menampung air hujan di lokasi sebelum dialirkan ke sungai, wajib diawasi ketat.

“Kalau air hujan langsung dibuang ke sungai tanpa penyerapan, genangan dan banjir akan meningkat. Ini persoalan serius, bukan sekadar teknis,” ujar Andreas.

Andreas menilai, peran pengawasan pemerintah kota lemah dan terkesan hanya mengandalkan dokumen administratif tanpa verifikasi lapangan.

Baca Juga: Andreas Okdi Priantoro: Saatnya Palembang Punya Pasar Seni dan Wajah Kota yang Baru

“Kita butuh pemerintah yang berani turun langsung, bukan hanya membaca gambar perencanaan di kantor. Fakta di lapangan jelas: ada pelanggaran. Jangan biarkan aturan hanya jadi formalitas,” katanya dengan nada tegasnya.

Alih Fungsi Lahan RTH menjadi Perseorangan Status Tanah

Temuan lainnya, kata Andreas adanya alih fungsi lahan yang sebelumnya merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi milik perorangan berinisial BR. Hal ini diduga kuat berpotensi melanggar regulasi yang ada.

"Secara hukum, tanah bantaran sungai dikuasai negara dan tidak boleh dimiliki perseorangan. Hal itu diatur dalam UU 17/2019 tentang SDA dan PP 38/2011 tentang sungai,"tegasnya.

Baca Juga: Andreas Okdi Priantoro: Saatnya Palembang Punya Pasar Seni dan Wajah Kota yang Baru

Lebih lanjut, pada Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015, jarak minimal sempadan sungai di kawasan perkotaan ditetapkan, yakni 10 meter dari tepi sungai tanpa tanggul, dan 5 meter dari kaki tanggul untuk sungai bertanggul.

Bangunan di dalam sempadan sungai dapat dikenai sanksi pembongkaran dan pidana jika terbukti melanggar.

“Ketentuannya jelas, membangun di bantaran sungai itu dilarang. Bangunan yang sudah terlanjur pun seharusnya ditertibkan,”tambah Andreas.

Halaman:

Tags

Terkini