Pantun dan Dialektika Hari ini

photo author
DNU
- Jumat, 20 Oktober 2023 | 06:10 WIB
Dr Arif Ardiansyah, M.Pd (Dok)
Dr Arif Ardiansyah, M.Pd (Dok)

Setiap tradisi lisan memiliki perbedaan, bukan saja pada bentuk dan jenis namanya saja, melainkan juga berbeda pada cara penyampaian, bahasa daerah, dialek, tema, syair dan pemakaian alat bunyi irama (sebagai alat properti). Ada tradisi lisan yang menggunakan teks yang tidak diubah lagi, seperti tadut, ada juga isi teks yang disampaikan sesuai dengan keadaan waktu bertutur, seperti senjang.

Senjang adalah bentuk komunikasi seni antara orangtua dengan anak. Komunikasi seni ini biasanya dituturkan pada saat acara prosesi pernikahan, misalkan calon menantu orang kota dan pendidikannya tinggi, maka pesenjang mengkorelasikan isi dengan keadaan calon menantu tersebut berupa candaan ataupun sindirian yang mana isi dari senjang dimasukkan kata-kata apakah calon menantu dari kota ini bisa memasak atau tidak, jika mertua sudah di dapur maka menantu jangan masih tidur, dan lain sebagainya.

Begitupun antara masyarakat dengan pemerintah, biasanya pesenjang menyampaikan aspirasi atau kritik melalui seni budaya senjang pada acara-acara Pemerintahan.

Fungsi Senjang

Fungsi estetis dan fungsi pragmatis. Fungsi estetis tradisi lisan terlihat dari bentuk senjang, dimana senjang terdiri dari sampiran dan isi.

Sampiran biasanya berisi tentang kondisi atau suasana yang alam atau sumber daya alam yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin, sedang isi adalah sesuatu yang ingin disampaikan.

Fungsi pragmatik adalah fungsi kepraktisan dan kegunaan suatu tradisi lisan senjang di masyarakat Musi Banyuasin.

Fungsi pragmatik senjang adalah sebagai alat penyindir, propaganda, kritik sosial, mengeluh, sumber pengetahuan, pengesah kebudayaan, solidaritas kolektif, dan hiburan.

Sebagai alat untuk menyindir, tradisi lisan senjang berfungsi untuk menyindir atau mencela orang atas perbuatan atau sikapnya. Berikut kutipannya:

Mamakku Abu ai senang ati
Boleh menantu baek perangi
Ulas nunjuk parangi ngenjuk
Diajak ke dapo takut ngen piok
Diajak ke ume taku ngen beghuk
Gulai jeghuk dienjuknye calok

Artinya:
Paman ku Abu ai senang hati
Dapat menantu baik perangai
Wajah bagus perangai baik
Diajak ke dapur takut dengan priok
Diajak ke kebun takut dengan beruk
Gulai tempoyak diberinya terasi

Fungsi sindiran ini untuk menyentil pasangan-pasangan muda saat ini yang lebih menjaga penampilan semata dan melupakan dapur.

Padahal, dahulu gadis-gadis di Musi Banyuasin sangat terkenal pandai memasak terutama makanan khas Sekayu yaitu jeghuk atau tempoyak.

Senjang juga digunakan sebagai alat propaganda untuk mengkampanyekan sesuatu yang terkait dengan program-program yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Musi Banyuasin.

Propaganda ini dapat dilihat dari teks-teks senjang yang ditampilkan pada lomba-lomba senjang yang digagas oleh Pemkab, berikut kutipannya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB
X