Namun, karena sering terjadi peristiwa tragis di sekitar lokasi itu — terutama tenggelamnya orang-orang secara misterius — warga kemudian menyebut tempat itu “Keramat”.
Sejak saat itu, jalan kecil yang menuju ke sungai itu pun dikenal sebagai Jalan Keramat.
Kisah yang Tak Terlupakan: Tragedi Anak “Ikan”
Dari sekian banyak cerita, satu tragedi paling dikenal warga hingga kini.
Pada suatu sore, sekelompok anak bermain “ikan-ikanan” di Sungai Lubai. Seorang anak berperan menjadi ikan dan menyelam menyusuri arus.
Namun, ia tak kunjung muncul lagi ke permukaan.
Air yang biasanya tenang mendadak terasa mencekam. Teman-temannya mencari, memanggil, menyusuri tepian — tapi sia-sia.
Beberapa waktu kemudian, jasad sang anak ditemukan di bagian hilir sungai, sudah tak bernyawa.
Padahal air saat itu dangkal dan jernih.
Warga bingung. Tidak ada tanda-tanda tenggelam biasa.
Akhirnya, masyarakat menyimpulkan, sang anak menjadi korban “penunggu” sungai, makhluk gaib yang dipercaya menjaga wilayah keramat itu.
Sejak saat itulah nama Pengkalan Keramat benar-benar melekat, menjadi simbol antara dunia manusia dan alam gaib yang hidup berdampingan.
Simbol Penghormatan, Bukan Ketakutan
Meski bernuansa mistik, masyarakat tidak pernah menjadikan “keramat” sebagai sumber ketakutan.
Sebaliknya, mereka melihatnya sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur dan alam.
Puyang Tuan diyakini sebagai penjaga keseimbangan — mengingatkan manusia agar tidak sombong dan tetap menghargai tempat yang memberi kehidupan.
Oleh karena itu, hingga kini nama Pengkalan Keramat dan Jalan Keramat tetap dipertahankan.
Bukan sekadar nama jalan, tapi penanda sejarah dan budaya lokal yang sarat makna spiritual dan sosial.
Kini, Saat Cerita Tinggal Kenangan
Waktu berjalan. Sungai Lubai tak lagi sebersih dulu.
Pangkalan kayu telah lama lapuk dan hanyut.
Rumah-rumah beton berdiri menggantikan pondok kayu, dan anak-anak tak lagi bermain di sungai seperti dulu.
Namun, di hati para sesepuh Desa Beringin, kenangan itu tetap hidup.
Ketika mereka melewati Jalan Keramat, seakan terbayang kembali suara tawa masa kecil, aroma air sungai yang segar, dan bayangan perahu-perahu kayu yang bersandar.
“Sekarang tinggal namanya saja. Tapi di balik nama itu ada cerita, ada doa, ada sejarah,” tutur seorang warga tua dengan mata berkaca.
Warisan Nilai dari Masa Silam
Legenda Pengkalan Keramat bukan hanya kisah mistis.
Ia adalah cerita tentang harmoni manusia dengan alam, tentang kejujuran, kebersamaan, dan kesederhanaan hidup.
Tentang masyarakat yang percaya bahwa setiap tempat memiliki roh dan sejarahnya sendiri — yang harus dijaga, bukan dilupakan.
Di tengah derasnya arus modernisasi, nama Pengkalan Keramat menjadi pengingat:
bahwa identitas lokal adalah akar yang menahan kita agar tak hanyut oleh zaman.