oleh Karexa Selvia Yundari [email protected]
Prodi Perbankan Syariah H
Fakultas Ekonomi Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Konsep Islam menekankan bahwa harta tidak melahirkan harta, akan tetapi "kerja" yang menciptakan harta. Oleh karenanya, untuk mendapatkan dan memiliki harta orang harus bekerja atau berkarya untuk menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi. Selain itu juga kepemilikan manusia hanya bersifat mandat atau amanah, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.
Dalam pandangan ekonomi Islam, kerja adalah setiap tenaga jasmani maupun kemampuan akal yang dikeluarkan oleh manusia dalam kegiatan perekonomian sesuai dengan syari'ah, bertujuan untuk mendapatkan penghasilkan dan penghidupan.
Sementara Baqir Qurasyi mendefinisikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia secara sadar dan sengaja, dan merasakan penderitaan dalam melakukan kegiatan tersebut, dengan tujuan mendapatkan harta untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan konsep bahwa harta tidak melahirkan harta, maka Islam tidak mengenal pembungaan uang yang menghasilkan tambahan pemilikan uang, dengan tanpa bekerja dan berpartisipasi bersama pihak lain dalam pengelolaan perekonomian. Dalam kaitan ini, Allah memerintahkan membangun dan bekerja.
Kata ista marakum menurut ulama tafsir, berarti perintah Allah kepada umat manusia untuk memakmurkan bumi dengan melakukan investasi dan melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan, demi memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dapat melanjutkan tugas-tugas sebagai khalifah.
Tujuan dasar dari investasi dalam ekonomi dan keuangan Islami adalah untuk membentuk manusia seutuhnya, dengan cara memenuhi kebutuhan ekonomi dan rohaninya. Untuk tujuan tersebut, maka investasi dan pembangunan dalam Islam, memprioritaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan primer atau pokok bagi manusia dalam menjaga keselamatan: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Penjagaan atas lima kebutuhan dasar tersebut merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam. Dalam konteks pembahasan bab ini adalah persoalan bagaimana harta dapat dikelola dan terjaga secara baik dan benar.
Oleh karena itu, untuk merealisasikan investasi sesuai dengan prioritas, yaitu pemenuhan kebutuhan primer, sekunder dan kebutuhan lainnya, maka lembaga keuangan Islami harus mengarahkan dananya untuk keperluan produksi.
Dengan demikian, mekanisme ekonomi dapat berjalan secara baik, tanpa ada suatu hambatan ekonomi yang dapat menimbulkan penyakit ekonomi itu sendiri.
Pola Investasi dalam Ekonomi Islam
Modal merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan distribusi aset masa yang akan datang. Di samping memberikan kepuasan pribadi dan jasa juga membantu untuk Menambah kekayaan setelah diupayakan.
Menurut Thomas, milik individu dan negara yang digunakan untuk menambah aset selanjutnya disebut dengan modal.
Agar jumlah modal serta aset meningkat, maka setiap masyarakat dianjurkan untuk terus menginvestasikan. Sehubungan dengan itu, Chapra mengemukakan beberapa cara untuk meningkatkan modal, yaitu:
1. Sikap tidak berlebihan terhadap pengeluaran.
2. Membatasi uang yang tidak terpakai.
3. Penggunaan tabungan secara efisien.
4. Memanfaatkan sumber daya dan peran pemerintah.
Sikap tidak berlebihan terhadap pengeluaran, Islam memerintahkan umatnya untuk menghindari sikap berlebihan (boros). Pesan ini dinyatakan secara jelas dalam al-Qur'an.