Menentukan 1 Syawal

photo author
- Kamis, 20 April 2023 | 14:58 WIB
Muhammad Nasril, Lc. MA (Mahasiswa S3 Hukum Islam UIN Jakarta (Program BIB Kemenag-LPDP) & Penghulu KUA Kuta Malaka Aceh Besar)
Muhammad Nasril, Lc. MA (Mahasiswa S3 Hukum Islam UIN Jakarta (Program BIB Kemenag-LPDP) & Penghulu KUA Kuta Malaka Aceh Besar)

Kalau lah ada hal yang tidak disetujui dengan metode pemerintah, silakan berdiskusi, baik dalam forum mudzakarah, bahsul masail, atau lainnya, duduk bersama mencari titik temu.

Kita mungkin bisa belajar dari Mesir. Di negara piramida ini, hanya lembaga resmi saja yaitu Dar Al Ifta Mesir yang diperkenankan mengumumkan hilal Ramadan.

Selain itu, siapa pun tidak diperkenankan untuk mengumumkan sebelum waktunya. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari kemudharatan dan kebingungan di tengah masyarakat. (FP Dar Ifta tahun 2022)

Perbedaan pendapat dalam fikih itu memang biasa, sesuatu yang lumrah dan wajar. Namun dalam masalah fikih sosial kemasyarakatan, menyangkut kepentingan orang banyak, maka keputusan pemerintah semestinya menjadi solusi untuk ditaati. Apalagi jika hal tersebut berpeluang mengundang permasalahan dan perselisihan di tengah masyarakat.

Dalam kaidah fikih disebutkan, "Hukm al-haakim ilzaam wa yarfa’u al-khilaaf" (Keputusan pemerintah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan menghilangkan silang pendapat)

Dalam kaidah lain dijelaskan, "Tasharruf al-ra'i ala al-ra‘iyah manuth bi al-mashlahah" (tindakan pemimpin terhadap rakyatnya dituntun oleh prinsip kemaslahatan umum). Artinya, pendapat yang paling didengar adalah yang paling maslahat untuk masyarakat. Sepanjang jelas maslahatnya bagi umat, seperti dalam penentuan awal Ramadan, maka di situlah orang-orang yang berwenang (otoritatif) harus ditaati oleh umat.

Perbedaan pendapat dalam penentuan awal bulan Qamariah memang tidak dilarang. Bahkan, ada juga yang berpendapat tidak mutlak harus taat kepada keputusan pemerintah (Sultan). Namun, untuk prinsip ‘kemaslahatan publik (al-maslahah al-‘âmmah)’ maka semua pihak harus mampu mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok.

Jadi, untuk mewujudkan satu hilal satu Fitri, kita tidak perlu mempersoalkan metode apa yang digunakan dan metode mana yang paling benar, tapi cukup dengan ikhlas menyerahkan keputusannya kepada pihak yang telah diberi wewenag oleh pemerintah.

Kalaupun mau berdebat terkait metode, jauh hari silahkan duduk bersama mencari titik temu, sehingga saat diputuskan tetap solid.

Hilal kita sama (wilaayatul hukmi). Alangkah indahnya jika kita bisa terus berpuasa dan berhari raya dengan ketetapan waktu yang sama. Semoga ke depan satu hilal untuk satu fitri di Indonesia terwujud.

Muhammad Nasril, Lc. MA (Mahasiswa S3 Hukum Islam UIN Jakarta (Program BIB Kemenag-LPDP) & Penghulu KUA Kuta Malaka Aceh Besar)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ujang ( Ketik Pos )

Tags

Rekomendasi

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB
X