opini-tajuk

Memahami Konflik Gajah dan Manusia di Sumatera Selatan

DNU
Rabu, 12 Februari 2025 | 18:22 WIB
Gajah Sumatera (Dok Ist/KetikPos.com)

KetikPos.com - Yusuf Bahtimi, kandidat Doktor di The Queen’s College, University of Oxford di Inggris, yang tengah menyelesaikan kajian mengenai koeksistensi manusia dan gajah di Sumatera Selatan,

menjelaskan, selama berabad manusia di Sumatera hidup harmonis dengan gajah, termasuk dengan harimau.
 
Manusia dan satwa liar membangun etika berkehidupan selama ribuan tahun. Etika itu mulai dari pembagian ruang hidup, sumber pangan, dan cara berkomunikasi dalam menyelesaikan sebuah konflik.
 
Baca Juga: Peluncuran Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik, dan Solusinya di Palembang
 
Etika ini menjadi pengetahuan yang diturunkan dalam beberapa generasi, sebelum hadirnya para pendatang di era pemerintahan Hindia Belanda yang merusaknya. Tapi, sebagian besar masyarakat yang hidup di sekitar habitat gajah tetap menjaganya.
 
Cara untuk memahami etika adalah belajar dengan masyarakat lokal, yang hidup harmonis dengan gajah selama belasan abad.
 
Pengetahuan ini juga harus dipahami pemerintah maupun pelaku usaha, sehingga berbagai aktivitas pembangunan dan ekonomi, tidak menghilangkan etika tersebut.
 
Baca Juga: Puskass Luncurkan Buku Gajah Palembang: Sejarah, Akar Konflik dan Solusinya
 
Pemahaman Perilaku Gajah
 
Konflik antara manusia dengan gajah, seperti yang sering terjadi, pada dasarnya dikarenakan lemahnya pemahaman Masyarakat, pengusaha dan pemerintah terhadap perilaku gajah.
 
Pembukaan lahan oleh Masyarakat, pengusaha dan pemerintah sering mengabaikan habitat satwa terutama gajah.
 
Penting untuk diketahui bahwa setiap pembukaan lahan hutan harus memperhatikan apakah wilayah tersebut merupakan habitat gajah.
 
Contohnya wilayah Lalan Muba berbatas dengan Sembilang Banyuasin berbatas juga dengan TN Sembilang, dimana daerah tersebut adalah habitat bahkan kantong gajah, namun sekarang menjadi lahan transmigrasi dan Perusahaan Perkebunan sawit.
 
Baca Juga: Terowongan Gunung Gajah: Menjelajahi Sejarah di Balik Rel Kereta Sumatera Selatan
 
Dapat dipastikan, setiap kawasan yang pernah didatangi gajah akan didatangi kembali, dalam periode tertentu, bisa puluhan atau belasan tahun.
 
Tapi sekarang, ketika banyak hutan
terbuka, kawanan gajah bisa kembali ke suatu tempat tidak menentu. Hal inilah yang kemudian menimbulkan interaksi negatif antara manusia dan gajah.
 
Pemahaman terhadap perilaku gajah, sangat penting diketahui oleh kelompok masyarakat yang menetap dan berkebun di kawasan yang diketahui sebagai habitat gajah.
 
Misalnya, waktu istirahat gajah itu pagi hari, dari pukul 05.00 hingga 10.00. Pada waktu gajah istirahat, jangan sesekali mengusiknya. Apalagi di kawanan itu ada anak gajah.
 
Baca Juga: Penelitian Mendalam Terungkap: Kajian Tim Puskass Ungkap Konflik Manusia-Gajah di Sumsel
 
Terhadap masyarakat yang menetap di kawasan dekat habitat atau jalur gajah, sebaiknya tidak beraktivitas di kebun pada pagi dan malam hari.
 
Selain itu, penting diberikan tanda peringatan pada kawasan yang pernah dilewati atau didiami gajah, sehingga, warga selalu waspada.
 
Sejarah Konflik Manusia dan Gajah di Sumatera Selatan
 
Operasi Ganesha tahun 1982 yang dipimpin oleh IGK Manila adalah suatu Upaya pemerintah memindahkan ratusan gajah dari Air Sugihan, Sumatera Selatan menuju Lampung. 
 
Tujuan dari pemindahan gajah ini adalah penempatan transmigrasi dari pulau Jawa ke daerah Air Sugihan. Gajah yang sekarang berada di wilayah Air Sugihan tersebut adalah gajah yang tersisa dan kemudian berkembang biak dan juga kemungkinan gajah yang terusir kembali dan berkembangbiak di sana. 
 
Baca Juga: Penelitian Mendalam Terungkap: Kajian Tim Puskass Ungkap Konflik Manusia-Gajah di Sumsel
 
Namun sekarang keberadaan gajah liar di wilayah tersebut diperkirakan hanya sekitar 50 ekor.
 
Habitat gajah di wilayah Air sugihan semakin menyempit, setelah era 80 an masuknya transmigrasi, perluasan wilayah kelola masyarakat dan saat ini wilayah tersebut Sebagian besar adalah wilayah HTI.
 
Kebijakan Pemerintah terhadap habitat satwa sangat lemah dan cenderung tidak berpihak pada kehidupan satwa. Ditambah lagi pengusaha HTi kurang berperan terhadap keberlangsungan satwa khususnya gajah. Hal ini juga diperparah dengan anggapan masyarakat petani yang menganggap gajah adalah hama.
 
Baca Juga: Mahout: Penjaga Gajah dan Ikatan Khusus dengan Hewan Raksasa
 
Saat ini konflik gajah dan manusia masih sering terjadi terutama di wilayah kantong-kantong gajah seperti wilayah Air Sugihan Oki, Lalan Muba, Sembilang Banyuasin, Cecar Musi Rawas dan daerah-daerah lainnya.
 
 
Penanganan Konflik
 
Pemerintah melalui BKSDA telah melakukan Upaya-upaya untuk mengurangi interaksi negatif antara satwa liar terutama gajah dengan manusia. Namun upaya yang dilakukan selama ini lebih sering bersifat reaktif.
 
Kerjasama yang sudah terjalin selama ini antara BKSDA, FKGI (Forum Komunikasi Gajah Indonesia), HaKI (Hutan Kita Institute) Universitas Sriwijaya dan lain-lain sudah terjalin dengan baik. 
 
Baca Juga: Pariwisata Medis Thailand: Gemerlapnya Layanan Kesehatan Berkualitas di Negeri Gajah Putih
 
Namun masih terdapat kendala terutama masalah dana yang besar untuk membuat perencanaan dan penanganan yang menyeluruh.
 
Perlu kajian menyeluruh dan Upaya bersama semua fihak untuk lebih mengoptimalkan hasil agar interaksi negatif antara gajah dan manusia semakin menurun bahkan tidak ada lagi konflik. Memakai istilah para ahli “Hidup berdamai bersama gajah".
 
Dalam Upaya bersama, keterlibatan Masyarakat, pengusaha Hutan dan perkebunan, NGO, Akademisi dll, dapat mengambil perannya masing-masing.
 
Agar Upaya penanganan konflik
dengan satwa terutama agajah akan lebih berhasil dan kelestarian gajah terjamin.
 
Kajian ilmiah, perumusan masalah dan mencari Solusi bersama dapat dilakukan bersama sama demi mewujudkan kelestarian gajah dan memberikan ruang usaha yang lebih kondusif.
 
 
Benny Hidayat 
Staff Biodiversity HaKI

Tags

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB