opini-tajuk

Pemimpin atauTukang Bentak? Fenomena Kepala Daerah Marah di Ruang Publik

DNU
Selasa, 15 April 2025 | 07:17 WIB
Dr. H. Mohammad Syawaludin. MA (Dok)

Jejak kemarahan pejabat (Dok)

 

Fenomena ini mulai dianggap normal atau bahkan dianggap sebagai gaya kepemimpinan tegas, padahal bisa berbahaya secara sistemik. Mengapa ? Dalam konteks pemerintahan, kepemimpinan otoriter sering kali menimbulkan efek yang merusak bukan hanya pada kelancaran birokrasi, tetapi juga pada tata kelola pemerintahan secara keseluruhan. Pendekatan yang menekankan kemarahan dan ancaman dari seorang pemimpin menciptakan atmosfer yang tidak mendukung inovasi dan profesionalisme

Lewin dan Weber menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan otoriter yang marah dan mengancam ini justru lebih berfokus pada loyalitas pribadi daripada pengutamaan profesionalisme atau kinerja yang berbasis pada rasionalitas dan legalitas.

Hal ini menciptakan pola kerja di mana pegawai negeri (ASN) lebih mementingkan untuk menyenangkan atasan daripada berfokus pada pelayanan publik yang sebenarnya.Birokrasi yang dibentuk di bawah kepemimpinan semacam ini cenderung mengarah pada budaya takut salah.

Kepala daerah atau atasan yang menggunakan ketakutan sebagai alat manajemen menyebabkan pegawainya cenderung menghindari risiko, tidak berani melakukan terobosan, dan lebih memilih untuk tidak berkonflik dengan atasan.

Hal ini berimbas pada kreativitas yang terhambat, dengan ASN lebih memilih untuk bertahan dalam zona aman dan menjaga hubungan baik dengan atasan ketimbang berinovasi dalam pelayanan publik. Kepemimpinan otoriter ini pada gilirannya menumbuhkan birokrasi feodal, di mana loyalitas kepada atasan di atas segalanya, dan bukan kepada sistem atau rakyat.

Ketika seorang kepala daerah menggunakan kekuasaannya dengan cara yang merusak tata kelola pemerintahan, prinsip-prinsip goodgovernance—seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi—akan terabaikan.

ASN yang merasa terancam dan tidak aman dalam memberikan masukan atau kritik akan merasa bahwa tidak ada mekanisme yang sehat untuk melakukan checkandbalance di dalam sistem birokrasi. Keputusan-keputusan yang diambil hanya menguntungkan pemimpin dan tidak mencerminkan prinsip keadilan atau kesejahteraan masyarakat.

Fenomena ini semakin menguat dalam era media sosial saat ini, di mana kepala daerah seringkali melakukan pertunjukan populis atau dikenal dengan istilah "Authoritarian Performance" (Pepinsky, Slater, dan lainnya).

Dalam banyak kasus, kemarahan yang ditunjukkan oleh kepala daerah bisa jadi bukanlah bentuk kepemimpinan yang konstruktif, melainkan pertunjukan untuk memperkuat citra pribadi di depan publik.

Media sosial, dengan viralitas yang tinggi, memberikan kekuatan tambahan bagi kepala daerah untuk menunjukkan kekuasaan dan ketegasan mereka, meskipun dalam realitanya, hal tersebut tidak memberikan solusi nyata untuk masalah publik.Efek jangka panjang dari kepemimpinan otoriter ini sangatlah merugikan.

Salah satunya adalah penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam birokrasi, karena promosi dan penghargaan tidak lagi berbasis pada kinerja atau meritokrasi, tetapi lebih pada loyalitas pribadi.

Hal ini mengakibatkan birokrasi menjadi kurang profesional dan kurang kompeten. Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan oleh kepala daerah yang menganggap dirinya sebagai satu-satunya pusat keputusan menimbulkan masalah korupsi kekuasaan, di mana kekuasaan digunakan bukan untuk membangun sistem pemerintahan yang lebih baik, tetapi hanya untuk memperkuat citra pribadi dan kekuasaan politiknya.

Kepemimpinan otoriter yang mengandalkan ancaman, kemarahan, dan pertunjukan populis tidak hanya merusak kualitas SDM dalam birokrasi, tetapi juga menghambat pembangunan sistem pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

Halaman:

Tags

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB