Oleh karena itu, penting bagi seorang pemimpin untuk mengutamakan kepemimpinan rasional-legal yang berbasis pada keadilan dan profesionalisme, guna menciptakan pemerintahan yang lebih baik dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, penting bagi seorang pemimpin untuk mengutamakan kepemimpinan rasional-legal yang berbasis pada keadilan dan profesionalisme, guna menciptakan pemerintahan yang lebih baik dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Fenomenakepemimpinanotoriter yang mengandalkankemarahan, ancaman, dan pertunjukan populis jelas menunjukkanbkelemahan di berbagaii sisi, terutamabdalambaspek manajerial, koordinasi, dan lainnya.
Berikut ini adalah penjelasan lebihl lanjut tentang bagaimana fenomena ini mencerminkan kelemahan-kelemahan tersebut:
Kelemahan dalam Aspek Manajerial:
Pengambilan Keputusan yang TidakRasional: Kepemimpinanotoriter yang didasarkan pada kemarahan dan ancamansering kali mengabaikan rasionalitas dalam pengambilan keputusan. Pemimpin yang cenderung tidak sabar dan lebih sering mengambil keputusan impulsif tanpa mempertimbangkan data atau masukan dari bawahannya, dapat menyebabkan kebijakan yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran.
Hal ini mengarah pada pengelolaan sumber daya yang tidak efisien dan keputusan yang kurang berbasis pada kebutuhan riil. Kurangnya Perencanaan Strategis: Gaya kepemimpinan yang bergantung pada emosi atau populis memengarah pada kebijakan yang lebih bersifat sementara dan taktis, bukannya strategis.
Hal ini menyebabkan perencanaan jangka panjang yang lemah dan sering kali diabaikan. Tanpa perencanaan yang matang, organisasi atau pemerintahan akan kesulitan untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Pemimpin Sebagai Sumber Utama Keputusan: Dalam sistem otoriter, pemimpin yang merasa dirinya adalah satu-satunya pusat keputusan mengarah pada konsentrasi kekuasaan. Hal ini membatasi delegasi wewenang dan pemberdayaan tim. Keputusan yang hanya berpusat pada pemimpin tanpa melibatkan pihak lain membuat proses manajeria lmenjadi terhambat dan kurang responsif terhadap masalah yang ada.
Kelemahan dalam Aspek Koordinasi:
Fragmentasi dalam Kolaborasi dan Kerja Tim: Ketika atasan menggunakan ketakutan sebagai alat manajemen,pegawa cenderung menghindari konflik atau interaksi yang tidak aman.
Hal ini mempengaruhi koordinasi antarbagian dan menciptakan fragmentasi dalam tim atau antar unit kerja. Setiap orang lebih berfokus pada keselamatan diri sendiri dan berusaha untuk menyenangkan atasan, alih-alih bekerja secara kooperatif untuk mencapai tujuan bersama.
Kurangnya Komunikasi yang Efektif: Ketika budaya birokrasi feodalbmuncul, pegawai cenderung takut untuk memberikan masukan atau kritik konstruktif. Hal ini menyebabkan aliran informasi yang terhambat, dengan komunikasi vertikal yang tidak lancar dan jarang terjadi dialog dua arah antara pemimpin dan bawahan.
Koordinasi antar departemen atau unit menjadi itidak efektif karenai nformasi yang seharusnya dibagikan atau dibahas sering kali disembunyikan. Stagnasi dalam Inovasi dan Responsivitas: Ketika pegawai merasa takut untuk mengambil inisiatif atau membuat keputusan, akan muncul stagnasi dalam inovasi.
Ketika koordinasi terhambat dan setiap orang bekerja berdasarkan perintah tanpa pernah aktif dalam pembuatan kebijakan, maka organisasi menjadi lamban dalam merespon perubahan dan tantangan baru. Inovasi tidak berkembang karena pegawai lebih takut untukvmencoba hal baru.
Kelemahan dalam Sistem Tata Kelola: