KetikPos.com -- Sejarah Indonesia, sebagai kawasan dengan keberagaman budaya dan peradaban, menyimpan kisah masa lalu yang kaya akan petualangan dan kejayaan.
Namun, tidak semua bab dari sejarah ini dapat bertahan lama di benak manusia modern. Salah satu bagian yang nyaris terlupakan adalah masa keemasan Sriwijaya, kerajaan maritim yang dulu begitu agung.
Pada tahun 1920-an, seorang peneliti asing, George Cœdès, berhasil menghidupkan kembali bagian penting ini melalui temuan-temuannya.
Baca Juga: Bangkitkan Kejayaan Sriwijaya, Festival Candi Bumi Ayu Digelar
Sriwijaya, yang dikenal dengan berbagai sebutan seperti Shih-li-fo-shih, San-fo-ts’i, San Fo Qi, Yavadesh, dan Malayu, memiliki sejarah yang panjang dan kompleks.
Meskipun menyandang berbagai nama dari berbagai budaya, Sriwijaya hampir tenggelam dalam kabut lupa seiring berlalunya waktu.
Namun, Cœdès dan kemudian peneliti seperti Pierre-Yves Manguin memulihkan dan mengurai kembali bagian-bagian dari kisah ini.
Baca Juga: Festival Sriwijaya, Kembangkan Sektor Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal
Pierre-Yves Manguin, seorang peneliti terkemuka, berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak di Sungai Musi, antara Bukit Seguntang dan Sabokingking di Sumatera Selatan.
Temuannya didukung oleh struktur air kompleks di situs Karanganyar, yang menampilkan jaringan kanal, parit, kolam, dan pulau buatan.
Meskipun sebelumnya ada pandangan bahwa pusat Sriwijaya berada di sehiliran Batang Hari, temuan Manguin memberikan bukti lebih kuat mengenai lokasinya.
Catatan tertulis tentang Sriwijaya datang dari berbagai sumber.
Baca Juga: Jangan Lewatkan, Ini Lima Tempat Wisata Yang Lagi Hits
Peziarah Tiongkok, I-sting, pada tahun 671 M, mencatat lebih dari seribu pendeta Budha di Sriwijaya dan tinggal selama enam bulan untuk mempelajari bahasa Sansekerta.