Gunung Tangkuban Parahu: Pesona dan Sejarah Aktivitas Vulkaniknya

photo author
DNU
- Jumat, 12 Januari 2024 | 08:19 WIB
destinasi vulkanik Tangkuban Parahu (dok)
destinasi vulkanik Tangkuban Parahu (dok)

Menurut catatan T. Bachtiar dan Dewi Syafriani dalam buku "Bandung Purba," gunung ini lebih muda daripada Gunung Burangrang, yang terletak di sisi baratnya dan terbentuk sekitar 210.000 hingga 105.000 tahun lalu.

Pembentukan Gunung Tangkuban Parahu terjadi setelah terbentuknya Sesar Lembang.

Sejarah aktivitas vulkanik gunung ini mencatat 13 kawah, dengan tiga di antaranya menjadi destinasi wisata yang populer: Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah Domas. Kawah-kawah ini menjadi saksi bisu letusan-letusan yang membentuknya sepanjang sejarah.

Baca Juga: Gunung Dempo, Destinasi Pendakian Terpopuler di Sumatera Selatan dan Bengkulu

Letusan pertama tercatat pada tahun 1829, dan sejak itu, gunung ini terus mengalami beberapa letusan besar, seperti pada tahun 1896, 1910, 1935, 1957, dan seterusnya.

Peta Kawasan Rawan Bencana

Pada tahun 2005, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Daerah telah menyusun peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Tangkuban Parahu.

Peta ini membagi daerah rawan bencana menjadi tiga kategori: Kawasan Rawan Bencana I, II, dan III. Penetapan ini berguna untuk mengantisipasi dan mengurangi potensi bahaya bagi masyarakat di sekitarnya.

Daerah yang berada dalam radius 1 km, 5 km dari letusan, dan yang berpotensi terkena terjangan lahar dan hujan abu atau lontaran batu pijar menjadi fokus utama dalam pemetaan ini.

Lembah yang berpotensi terkena lahar meliputi Ciasem, Cimuji, Cikole, Cibogo, Cikapundung, Cihideung, Cibeureum, dan Cimahi.

Baca Juga: Waspada, Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas

Daftar Letusan dan Erupsi

Sejak letusan pertama pada tahun 1829, Gunung Tangkuban Parahu telah mengalami sejumlah letusan dan erupsi. Letusan besar terjadi pada tahun 1896 setelah masa istirahat 50 tahun.

Aktivitas atau letusan kemudian terjadi pada tahun 1910, 1929, 1935, 1946, 1947, 1950, 1952, 1957, dan seterusnya. Masa istirahat antar letusan berlangsung antara 30 hingga 70 tahun, seperti yang dicatat oleh T. Bachtiar.

Pentingnya pemantauan terus-menerus terhadap Gunung Tangkuban Parahu dibuktikan dengan beberapa kejadian letusan pada tahun 2013 dan 2019. Erupsi freatik terjadi di bulan Februari, Maret, dan Oktober 2013, sementara pada bulan Juli 2019, erupsi freatik kembali tercatat.

Gunung Tangkuban Parahu tetap menjadi daya tarik alam yang menakjubkan, namun, pemahaman akan sejarah dan potensi bahayanya menjadi kunci untuk memastikan keselamatan dan keberlanjutan lingkungan di sekitarnya.

Baca Juga: Menelusuri Kekayaan Wisata Religi di Bandung: Tempat Ibadah dan Kesejukan Spiritual

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

X