Jalur ini melibatkan Putri Campa (Putri Cina), yang melahirkan Raden Fatah, pendiri Kerajaan Islam Demak.
Kedua, melalui Maulana Malik Ibrahim dengan jalur keturunan yang melibatkan Kiai Temenggung Manco Negaro, Pangeran Sido Ing Pasarean, dan kemudian Pangeran Sido Ing Rajek.
Proklamasi sebagai Sultan: Setelah wafatnya Pangeran Sido Ing Rajek dan Pangeran Sido Ing Pasarean, Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Iman, atau dikenal sebagai Kiai Muara Ogan pada masa remajanya, dinobatkan sebagai raja Palembang yang kesepuluh.
Pada saat itu, Palembang memproklamirkan diri sebagai "Palembang Darussalam," menjadi kerajaan merdeka terlepas dari protektorat Pajang maupun Mataram di Jawa.
Pendidikan dan Kiprah Keagamaan: Sebagai kerajaan yang berlandaskan Islam, pendidikan agama Islam sangat diperhatikan baik di kalangan istana maupun rakyat.
Kiai Masagus Abdul Hamid, yang menjadi guru dan ayah Sultan Susuhunan Abdurrahman, memberikan pengajaran agama Islam yang mendalam.
Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin
Peran Sultan dalam Kemerdekaan: Setelah dinobatkan sebagai Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Iman, beliau aktif memimpin Palembang dalam menghadapi masa-masa sulit, terutama setelah dihapusnya kesultanan oleh Belanda pada tahun 1823.
Sultan Abdurrahman memproklamirkan Palembang sebagai "Palembang Darussalam," sebuah tindakan berani untuk membebaskan diri dari protektorat Pajang maupun Mataram di Jawa.
Pendidikan Agama di Kerajaan Palembang: Sebagai raja yang berlandaskan Islam, Sultan Abdurrahman memberikan perhatian besar pada pendidikan agama Islam di kalangan istana maupun rakyat.
Beliau melanjutkan tradisi pendidikan Islam yang sudah diterapkan sebelumnya.
Kiai Masagus Abdul Hamid, ayah Sultan, merupakan sosok ulama yang berpengaruh dan berperan dalam mengajarkan ilmu agama kepada anak-anaknya.
Kiai Muara Ogan (Ki Marogan)
Pendidikan dan Tarekat Samaniyah: Kiai Muara Ogan, atau Masagus Haji Abdul Hamid, tumbuh dalam kondisi sulit setelah kesultanan Palembang dihapuskan oleh Belanda.
Kecerdasan dan ketekunan Kiai Muara Ogan membuatnya dikenal sebagai "tauke kayu" atau pengusaha kayu gelondongan.
Meskipun berkecukupan sebagai pengusaha, beliau tidak melupakan tuntutan ilmu agama.
Kiai Muara Ogan menekuni tarekat Samaniyah yang diajarkan oleh ayahnya, Masagus Haji Mahmud, yang belajar dari Syekh Muhammad Agib dan Syekh Abdus Shomad Al Falembani.