Ini mencerminkan keinginan untuk menghormati dan menggambarkan tokoh sejarah dengan setinggi-tingginya.
Kritik Terhadap PUPR Banyuasin:
DKSS secara terbuka mengkritik PUPR Kabupaten Banyuasin atas kurangnya komunikasi dan koordinasi dengan para perupa. Mereka menyoroti bahwa Indonesia memiliki Asosiasi Perupa Indonesia yang dapat dijadikan wadah untuk diskusi dan koordinasi, tetapi sayangnya, hal ini tidak dimanfaatkan oleh pihak terkait.
Kontroversi seputar proyek patung Sukarno di Banyuasin menjadi momentum bagi para seniman Sumatera Selatan untuk mengekspresikan kekecewaan dan menyuarakan perlunya peran aktif seniman dalam proyek seni rupa nasional.
DKSS berusaha memperbaiki ketidaksetujuan ini dengan memfasilitasi diskusi dan menggarisbawahi pentingnya prosedur standar serta keterlibatan seniman dalam setiap langkah pembangunan karya seni yang berkaitan dengan identitas nasional.
Wawan, perupa mengemukakan bahwa pengerjaan proyek tersebut memang biayanya di bawah standar. Dengan specifikasi patung setinggi 6 meter, paling tidak Rp 800 juta.
Sementara Rudi Maryanto dan Parman, mengaku juga pernah ditawari mengerjakan patung tersebut oleh pihak yang dekat dengan kontraktor.
"Mereka menawarkan anggarannya Rp125.000 juta. Tapi kemudian tidak ada kabarnya ketikadisebutkan angka yang lebih besar lagi untuk pembuatan patung itu," ujar keduanya.
Begitupun perupalain, Syamsul yang sudah biasa mengerjakan monumen dan patung-patung, menyebutkan memang dibutuhkan tahapan dan proses yang tidak mudah. Juga melibatkan beberapa tenaga ahli dan seniman ahli.
"Kalau, mau hasilnya bagus dan sempurna," tambahnya.
Pengerjaan patung Soekarno di Banyuasin ini, memang kontroversi.
Dahulu, sempat heboh dan viral karena patungnya tidak proporsional dan tidak mirip.
Pengerjaannya dihentikan. Kini, dilanjutkan lagi, namun hasilnya disebut-sebut juga tidak mirip dan tidaksesuai dengan karakteristik Soekarno.