Kekayaan Sastra dan Budaya Sumatera Selatan: Incang-Incang dan Betembang sebagai Cerminan Kehidupan

photo author
DNU
- Rabu, 27 Maret 2024 | 21:29 WIB
betembang dan incang-incang dbahas dalamdiskusi yang iniasi oleh Teater Potlot (instagram @menjagapesanluhur)
betembang dan incang-incang dbahas dalamdiskusi yang iniasi oleh Teater Potlot (instagram @menjagapesanluhur)

KetikPos.com-- Di tengah keindahan alam Sumatera Selatan yang dipenuhi sungai, danau, dan rawa, terdapat kekayaan budaya dan sastra yang tak ternilai harganya.

Tradisi bersenandung seperti incang-incang dan betembang bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga merupakan ungkapan mendalam dari kehidupan masyarakat setempat.

Ekspresi ini, yang akarnya menyatu dengan kehidupan sehari-hari, telah berkembang menjadi karya sastra yang bernilai dan memukau.

Baca Juga: Incang-Incang Pedamaran: Mengupas Keberagaman dan Kekuatan Tradisi Warisan Budaya Takbenda

Aktivitas sehari-hari seperti menganyam purun, menanam padi sawah, atau menyadap karet bukanlah sekadar rutinitas bagi masyarakat Sumatera Selatan.

Lebih dari itu, aktivitas ini menjadi bagian tak terpisahkan dari interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Dalam konteks ini, senandung dan ekspresi melalui incang-incang dan betembang bukan hanya sebagai bentuk hiburan semata, melainkan juga sebagai cerminan dari beragam aspek kehidupan, baik secara fisik maupun spiritual.

Baca Juga: Membangun Jembatan Budaya: Memelihara Kearifan Lokal Melalui Bersenandung di Perahu Kajang di Tepi Sungai Musi

Para ahli sastra seperti Sri Suharti mengungkapkan bahwa karya sastra bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga cerminan dari tingkah laku dan jalan pikiran manusia.

Dengan kata lain, karya sastra menjadi jendela untuk memahami dan menganalisis nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Dalam hal ini, incang-incang dan betembang menjadi sarana yang kuat untuk mengekspresikan pengalaman hidup dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Sumatera Selatan.

Baca Juga: Merayakan Kearifan Betembang Beringin Lubay: Bersenandung di Perahu Kajang Sebagai Panggung Pemulihan Warisan Budaya

Djamaris, seorang pakar budaya, membagi nilai budaya menjadi lima kategori, termasuk hubungan manusia dengan Tuhan, alam, masyarakat, manusia lain, dan dirinya sendiri.

Dalam konteks incang-incang dan betembang, nilai-nilai ini tercermin melalui bait-bait puisi yang mengungkapkan curahan hati dan pengalaman hidup.

Baik itu tentang kegigihan seorang single parent, pesan-pesan moral tentang kehidupan berkeluarga, hingga makna yang lebih dalam tentang eksistensi manusia di alam semesta ini.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

X