Diskusi Sejarah P5H5M: Mengenang Perjuangan Palembang Melalui Situs dan Tokoh Lokal

photo author
DNU
- Rabu, 1 Januari 2025 | 06:08 WIB
Diskusi ini menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Yusnidar, S. Pd., M. Si, guru sejarah dari SMAN 22 Palembang, dan Rillo Abyudaya, S. Pd. GR, seorang peneliti muda di bidang multimedia sejarah. (Dok)
Diskusi ini menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Yusnidar, S. Pd., M. Si, guru sejarah dari SMAN 22 Palembang, dan Rillo Abyudaya, S. Pd. GR, seorang peneliti muda di bidang multimedia sejarah. (Dok)

 

Palembang – Hari ketiga peringatan Pertempuran Lima Hari Lima Malam (P5H5M) di Palembang menjadi momen istimewa dengan digelarnya diskusi sejarah bertajuk "Situs-situs dan Tokoh-tokoh P5H5M bagi Pembelajaran Sejarah Lokal di Sumatera Selatan".

Acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumatera Selatan ini berlangsung di Gedung Kesenian Palembang pada Senin (30/12).

Diskusi ini menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Yusnidar, S. Pd., M. Si, guru sejarah dari SMAN 22 Palembang, dan Rillo Abyudaya, S. Pd. GR, seorang peneliti muda di bidang multimedia sejarah.

Para peserta yang hadir berasal dari berbagai kalangan, termasuk guru, siswa, mahasiswa, sejarawan, budayawan, aktivis, hingga masyarakat umum.

Dalam paparannya, Yusnidar menekankan pentingnya peristiwa P5H5M sebagai tonggak sejarah perjuangan rakyat Palembang melawan penjajahan Belanda pada Januari 1947.

Menurutnya, Palembang kala itu menjadi incaran strategis karena kekayaan sumber daya alamnya dan letak geografisnya yang vital.

"Benteng Kuto Besak (BKB) menjadi pusat pertahanan Belanda, sementara masyarakat Palembang mendistribusikan kekuatan mereka di berbagai titik untuk melawan penjajah," ujar Yusnidar.

Sementara itu, Rillo Abyudaya menggambarkan dinamika pertempuran yang berlangsung selama lima hari tersebut. "Hari pertama dimulai dengan penembakan di Tengkuruk, diikuti serangan bertubi-tubi oleh pejuang Palembang di sektor-sektor yang dikuasai Belanda.

Di hari kedua dan ketiga, serangan terbesar terjadi di Masjid Agung Palembang, di mana Batalyon Gani dan tokoh masyarakat lokal mempertahankan kota dengan heroik," jelasnya.

Rillo juga menyoroti tokoh-tokoh penting dalam pertempuran ini, seperti Kolonel Maludin Simbolon, Letnan Kolonel Bambang Utoyo, Mayor Rasyad Nawawi, dan Kapten Alamsyah, yang memainkan peran kunci dalam menjaga semangat perjuangan.

"Momen ini adalah simbol keteguhan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Pertempuran ini juga memiliki makna penting bagi pembelajaran sejarah lokal," tambahnya.

Situs Sejarah Sebagai Penghubung Generasi
Selain menyoroti peristiwa dan tokoh, diskusi ini juga menggarisbawahi pentingnya menjaga situs-situs sejarah di Palembang.

Lokasi seperti Benteng Kuto Besak, Masjid Agung, dan Talang Betutu bukan hanya saksi bisu pertempuran, tetapi juga media edukasi yang relevan untuk generasi muda.

"Pembelajaran sejarah lokal tidak hanya membangkitkan rasa kebanggaan terhadap perjuangan leluhur, tetapi juga memperkuat identitas budaya masyarakat Palembang," kata seorang peserta diskusi, Agus, yang merupakan guru sejarah dari sebuah SMA di Palembang.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

X