KetikPos.com — Di tengah gemerlap warna cat dan semangat yang membara, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II bukan hanya menjadi tempat penyimpanan sejarah, tapi juga medan pertempuran kreativitas dan patriotisme.
Ratusan peserta dari berbagai usia berkumpul dalam kegiatan bertajuk “Menggores Warna, Gelorakan Patriotisme”, sebuah kolaborasi apik komunitas seni Suarna Rupa bersama Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Dewan Kesenian Sumatera Selatan, dan Dewan Kesenian Palembang.
Apa yang terjadi?
Bayangkan ribuan kuas menari di atas kanvas, sementara suara lantunan bela diri tradisional Kuntau memenuhi ruang museum. Ada lomba lukis dan mewarnai yang memacu adrenalin kreativitas anak-anak SD, SMP, hingga peserta umum.
Sementara workshop melukis dan bela diri Kuntau menjadi magnet bagi para pecinta seni dan budaya yang haus pengalaman.
Kenapa lukisan dan bela diri?
Menurut Septa Marus, Sekretaris Dinas Kebudayaan Kota Palembang, “Museum harus hidup, bukan hanya menjadi tempat menyimpan barang antik.
Kita ingin masyarakat, terutama anak muda, bisa belajar dan berkreasi sekaligus menumbuhkan rasa cinta budaya sendiri.”
Wali Kota Palembang melalui staf ahli bidang Keuangan, Penda, Hukum, dan HAM, Edison, memberikan sentuhan serius sekaligus penuh apresiasi.
“Ini bukan sekadar lomba, tapi cara seru menanamkan patriotisme lewat seni dan budaya yang dekat dengan anak-anak. Kita tidak hanya mengenang pahlawan, tapi menghidupkan jiwa mereka dalam warna dan gerak,” katanya sambil tersenyum.
Dua pahlawan, satu cerita
Pentingnya mengenal sejarah lokal disuarakan pula oleh Ketua Dewan Kesenian Palembang, M. Nasir. “Anak-anak melukis Sultan Mahmud Badaruddin II dan Dr. A.K. Gani bukan cuma soal teknik menggambar. Ini tentang menanamkan rasa memiliki dan bangga pada akar budaya kita,” ujarnya. Seni, katanya, adalah bahasa emosi yang paling mudah menyentuh hati.
Dari Komunitas ke Komunitas
Taufan Arifin, Ketua Komunitas Suarna Rupa, menggarisbawahi kekuatan kolaborasi. “Seni bisa jadi jembatan penghubung antara sejarah dan generasi muda. Melukis dan mewarnai bukan sekadar hobi, tapi pintu gerbang untuk mengenal nilai-nilai kebangsaan,” tegasnya. Ia berharap kegiatan ini terus tumbuh dan menjadi tradisi tahunan yang inklusif, tidak hanya untuk seniman, tapi semua lapisan masyarakat.
Suasana yang seru dan penuh warna
Di antara goresan kuas yang membentuk potret pahlawan, tawa dan semangat peserta menghidupkan suasana. Workshop bela diri Kuntau menambah kesan lokal yang kuat, memperlihatkan bahwa budaya tak hanya bisa dilihat, tapi juga dirasakan lewat tubuh dan jiwa. Anak-anak yang awalnya ragu berubah menjadi pemberani, seolah menghidupkan semangat pahlawan yang mereka lukis.
Data Penting:
Peserta lomba lukis dan mewarnai: 120 orang (SD, SMP, umum)