“Kita sudah terlalu lama memuja tokoh dari luar, padahal dari tanah kita sendiri ada perempuan luar biasa yang layak disandingkan dengan Kartini, Cut Nyak Dien, dan tokoh-tokoh nasional lain,” ujar Nyimas.
Srikandia saat ini aktif melakukan sosialisasi sejarah Ratu Sinuhun ke sekolah-sekolah, komunitas ibu rumah tangga, serta forum UMKM, sekaligus mendorong literasi sejarah lokal sejak dini.
Siapakah Ratu Sinuhun?
Menurut literatur lokal dan kajian sejarah, Ratu Sinuhun hidup dan berperan penting pada masa pemerintahan suaminya, Raja Si Doing Kenayan. Di balik benteng kekuasaan, Ratu Sinuhun tidak tinggal diam. Ia menginisiasi perumusan Kitab Simbur Cahaya, sebuah aturan adat yang menjadi landasan sosial-moral warga Palembang dan sekitarnya. Isinya mencakup soal kehormatan perempuan, hak dalam rumah tangga, tata bicara, dan bahkan etika dalam berpakaian dan pergaulan. Banyak ahli menyebut Simbur Cahaya sebagai bentuk proto-konstitusi lokal berbasis nilai budaya. Dia dimakamkan di Pemakaman Sabokingking.
Penutup: Dari Lembar Sejarah ke Panggung Nasional
Perjalanan pengakuan Ratu Sinuhun memang belum usai. Namun gelombang kesadaran akan pentingnya tokoh lokal dalam narasi sejarah nasional kini mulai menguat. Bila sukses, Ratu Sinuhun akan menjadi satu-satunya Pahlawan Nasional Perempuan dari Sumatera Selatan, sekaligus simbol bahwa perjuangan hak-hak perempuan di Indonesia telah dimulai jauh sebelum emansipasi menjadi wacana arus utama.
"Jika Kartini menulis surat, maka Ratu Sinuhun menulis hukum."
Dukung gerakan ini!
Kamu bisa ikut menandatangani petisi dukungan yang saat ini sedang dikumpulkan oleh tim akademisi dan Srikandia TP Sriwijaya. Mari bangkitkan kembali cahaya sejarah yang nyaris padam.
Pemberian dukungan bisa berupa memberikan seribu tanda tangan di atas kain sepanjang 20 meter yang di gelar di Depan Museum SMB II Palembang.