KetikPos.com -- Innalilahi wa innailaihi rojiun. Maestro musik Batanghari Sembilan, Sahilin, dikabarkan hari ini, Sabtu (25/2/2023) tutup usia.
Saat ini, almarhum disemayamkan di rumah duka, Lorong Kedukan Bukit 2, Depan Pelabuhan 35 Ilir, Palembang.
Informasi duka ini beredar di grup WA kalangan Seniman, iantaranya, @DulurSeniman, yang beranggotkan 228 seniman Palembang.
Sahilin merupakan maestro musik batanghari sembilan. Dimana kediamannya?
Dilansir dari Sumselterkini.co.id, sekalipun untuk menuju ke rumahnya harus melalui lorong sempit di atas rawa-rawa di kawasan 35 Ilir Palembang, mencari Sahilin tidaklah sulit.
Mulai dari jalan raya di depan Pelabuhan 35 Ilir Palembang, nama pria eksentrik ini sudah dikenal. Hanya saja, karena banyaknya gang kecil dan persimpangan, menanyakan anak kedua dari sembilan bersaudara ini tidaklah cukup bila sekali, terutama bagi yang baru pertama kali datang ke sini.
Di rumah panggung yang sederhana di sebuah gang sempit, Sahilin hidup bersahaja bersama istrinya (kini sudah almarhumah), Semah dan tiga anaknya —Saidina, Sulaiman, Syarwani— serta seorang menantu.
Demikian sederhananya kediaman berukuran 5×8 meter di atas rawa itu, karena hampir tanpa penyekat, kecuali dinding pemisah ruang depan, ruang tidur, dan dapur.
Rumah ini konon dibeli Sahilin dari hasil rekaman lagu-lagu daerah yang dilantunkannya itu
Terlebih saat pandemi melanda, laki-laki tuna netra ini memang lebih banyak di rumah.
Kesehariannya, kini banyak memandang gitarnya yang tergantung di dinding. Mau dipetik, kalau bukan untuk diperdengarkan bagi orang lain, tentu terasa berat.
Di antara banyaknya seniman pelantun Batanghari Sembilan, nama Sahilin tetaplah menjadi maskot.
Ketekunannya menggeluti kesenian tradisional ini membuat simpati banyak kalangan, termasuk akademi dan lembaga dari dalam maupun luar negeri seperti Philip Yampolsky dari Ford Foundations, yang pernah melakukan penelitian tahun 1992.
”Rasanya senang dan bangga didatangi orang-orang besar seperti itu. Saya tidak menyangka jika keberadaan saya di kesenian tradisional ini menjadi perhatian mereka,” kata Sahilin kepada penulis yang mengunjungi kediamannya di Lorong Kedukan Bukit, 35 Ilir Palembang, belum lama ini.
Sejak berusia lima tahun, pria kelahiran 1948 Dusun Benawe, Kecamatan Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) ini, mengalami kebutaan akibat penyakit cacar yang diidapnya.
Ketika ayahnya, Muhammad Saleh, wafat, pria yang buta huruf (baik latin maupun braile) ini dibesarkan oleh Demah, ibunya. Pedih dan pahitnya kehidupan yang dialaminya tertuang dalam lagunya Sukat Malang.