Nah, kalau kaos, bahkan juga memadati lima kamar termasuk gudang di dalam rumah.
Kini, seiring berlalunya waktu, kaos-kaos itu pun berpindah tangan. Karena kaos-kaos itu dipesan di tempat sablonnya memang untuk dibagikan.
Terutama agar masyarakat mengenal gambar di kaos itu lalu saat pemilihan umum mencoblos gambar itu.
Rumah besar itu, kini memang lebih sering sepinya dibanding ramai.
Padahal, sebelumnya selalu ramai. Maklum, sang pemilik rumah mencalon menjadi wakil rakyat.
Tak tanggung-tanggung, bukan wakil rakyat di daerah. Tapi di pusat. Calon independen.
Tak punya kendaraan partai. Gagahnya, Nang Ayu Ibrahim nantinya menyandang gelar senator kalau di Amerika sana. Atau Dewan Perwakilan Daerah kalau di negeri ini.
Upaya mencari dukungan memang bukan hanya melalui kaos.
“Banyak yang saya lakukan. Juga banyak yang saya janjikan, dan saya yakin akan saya penuhi kalau saya terpilih. Itu harus nyambung ke masyarakat,” ujar Nang Ayu Ibrahim beberapa waktu lalu kepada tim suksesnya.
Sebagai pengusaha pempek sekaligus mantan pejabat, Nang Ayu sesungguhnya telah sukses.
Tapi akankah, kesuksesan itu bisa diraihnya dalam perebutan kursi parlemen. Waktu lah yang dapat memberikan jaminan.
“Kita harus yakin. Kalau kita tidak yakin, bagaimana pemilih akan yakin,” tegas Nang Ayu kepada keluarganya juga.
Semua keluarga dan kerabat juga menjadi tim sukses internal yang bekerja sama dengan tim sukses eksternal yang bakal menggiring Nang Ayu ke ibukota.
Sehingga, kalau terpilih bukan lagi level provinsi yang dimainkan. Tapi sudah level negara.
“Bukan tak mungkin, usaha pempek Palembang kita juga bisa mengembangkan sayap ke seluruh persada,” ujar istri Nang Ayu, Jeng Sri yang kelahiran Jawa dan tamatan universitas.