KetikPos.com -- Di halaman Masjid Agung Palembang, yang sekarang dikenal sebagai Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo, terdapat sebuah artefak bersejarah yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat.
Artefak tersebut adalah jam matahari atau sundial, yang dahulu digunakan untuk menentukan waktu salat pada masa lalu.
Baca Juga: Menapaki Jejak Masjid Cheng Ho: Simbol Pluralisme dan Kebudayaan Islam-Tionghoa di Indonesia
Tugu bersejarah ini terletak di bagian belakang halaman masjid dan memiliki tinggi sekitar 1 meter, dengan sebuah pasak besi yang menonjol di bagian atasnya.
Meskipun tampak sederhana, tugu ini sebenarnya menjadi bagian penting dari sejarah peradaban Islam di Kota Palembang.
Ketua Pengurus Yayasan Masjid Agung Palembang, Kgs. H. Ahmad Sarnubi, menjelaskan bahwa jam matahari ini dibuat pada saat pembangunan Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo pada tahun 1738.
Baca Juga: Mendirikan Simbol Kemerdekaan: Kisah Para Pendiri Masjid Istiqlal, Diwarnai Perdebatan soal Lokasi
Pada masa itu, jam matahari tersebut digunakan sebagai alat penunjuk waktu salat, menggantikan peran jam digital modern seperti yang kita kenal saat ini.
Penggunaan jam matahari untuk menentukan waktu salat terus diwariskan oleh sejumlah ulama di Palembang hingga era modern.
Bahkan, Ahmad sendiri pernah menyaksikan seorang ulama dan ahli ilmu falak, Habib Ali al-Kaff atau yang lebih dikenal sebagai Kyai Yayik, menggunakan jam tersebut untuk menentukan waktu salat pada tahun 1980-an.
Baca Juga: Ini Gubernur Sumsel Yang Restorasi Masjid Agung Palembang
Selain Kyai Yayik, ada juga ahli falak lainnya, yaitu Kyai H Muhammad Amin Azhari, yang sering menggunakan jam matahari ini untuk mengetahui waktu salat.
Kyai tersebut bahkan pernah mengajar mengenai ilmu falak di Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo.
Namun, seiring berjalannya waktu, penggunaan jam matahari ini mulai meredup.