Puisi ini pun mendapat respons luas dari warganet. Banyak yang merasa terwakili oleh kemarahan dan kebanggaan Indah sebagai warga Palembang.
Beberapa bahkan menganggapnya sebagai suara perlawanan terhadap narasi negatif yang dibuat demi konten semata.
Lewat puisi ini, Indah Rizky Ariani Mujyaer tidak hanya berbicara sebagai seorang selebgram, tetapi sebagai suara hati masyarakat Palembang yang menolak dipermainkan oleh opini liar di media sosial.
Indah Mujyaer merupakan seorang istri dari Camat Kemuning Palembang, Sumatera Selatan, M Irman. Dan ibu dari ketiga putranya, Khenza-Khenzy+Khenzo.
Indah Mujyaer disebut-sebut memiliki memiliki sejumlah usaha seperti jasa titip (jastip) barang branded di luar negeri.
Ia juga sering membagikan momen liburan keliling luar negeri.
Ini Puisi Lengkapnya:
Palembang Tak Maling Rendang
Kota kt tercinta tempat kelahiran saya dan kelak jg menjadi tempat bagi peristirahatan saya
Usianya sudah tua, 13 abad dijalaninya
Tegak jembatan kokoh berwarna merah darah, melambangkan kekuatan semangat yang berkobar bagi warga nya
Ampera, membentang indah membelah sungi musi nan cantik rupa
Benteng kuto besak berdiri kokoh mengusir penjajah yang serakah
Disinilah kuhirup udara dengan hati yang suka cita, kunikmati embun harapan masa depan gemilang
Palembang tempatku bersinggah
Di tanah ini,
aku lahir dan bernafas terakhir
Di tanah ini, aku hidup dan mati
Hari itu, dihari kedatanganmu.
Dengan Ragam rupa sejuta harapan senyum yang terkembang,
Kau bawa oleh oleh pemberian yang akan kami kenang,
kau bawa sapa yang mengharukan,
Kami tak membawa rantang
sebab kau sabdakan untuk menghabiskannya dengan rebutan tangan meski kualinya panas
dan kobar api bersahutan
Kusebut dia PALEMBANG dengan bangga,
Sebelum akhirnya dia menjadi yang terhina
Coreng moreng mukanya, disebut dengan hama, dihujat tangan tak berhati nurani,
dipanggil dengan si-rakus, serakah, si pengemis, si anarkis, dijadikan seolah singa sirkus,
dianggap sang babi buas,
Disebut maling rendang mu yang masih mentah
Kemana akhlak dan nurani kau gantungan,
Wahai willy wonka?
Hanya demi popularitas kontenmu semata,
katamu ingin kau sumbangkan?
Tapi kau berikan perintah untuk orang orang berebutan.
Kau bandingkan dengan tanah pulau tetangga kami yang seharusnya berdamai
Kau manipulatif, kau minta maaf tapi kau tak ingin terlihat fiktif
Jangan porak porandakan tanah kami,
Ini palembang.
Sekali angin menderuh,
Maka pantang bagi kapal kami mundur
Sekali kau buat gaduh,
maka berarti semuanya bersatu
Palembang tak maling rendang