Dari Buku ke Film: Membawa Api Perjuangan ke Generasi Visual
Tak cukup dengan kata-kata di atas kertas, Muklis dan timnya punya visi lebih jauh: mengangkat kisah dalam buku ini ke layar lebar.
“Sejarah tidak boleh statis. Generasi sekarang akrab dengan visual. Jika kita ingin pesan perjuangan bertahan, film adalah jawabannya,” ujarnya.
Praktisi film Yosef Fortass menyambut gagasan ini dengan semangat:
“Film ini akan jadi warisan abadi. Bayangkan, anak-anak kita menonton perjuangan ini setiap tahun, seperti tradisi. Itulah cara kita membangun nasionalisme yang hidup, bukan sekadar slogan,” ucap Yosef yang siap melibatkan sineas lokal bersama senior seperti Kak Vebri dan Kak Momon.
Apresiasi Keluarga Pejuang: Warisan yang Harus Dijaga
Di tengah ruangan, suara haru datang dari Firman Purna Karya, perwakilan keluarga besar Abi Hasan Said.
“Buku ini bukan hanya catatan sejarah. Ia mengikat kita dalam semangat persatuan. Semoga api perjuangan yang ada di halaman buku ini tidak pernah padam,” katanya dengan mata berbinar.
Firman menegaskan, isi buku ini bukan sekadar cerita, melainkan kesaksian langsung para pelaku sejarah—sesuatu yang kian langka seiring waktu.
Pandangan Akademisi: Buku Bagus, Tapi Perlu Dilengkapi
Narasumber diskusi, Drs. Syafruddin Yusuf, M.Pd, Ph.D, menilai buku ini punya bobot, tapi masih menyisakan ruang pengembangan.
“Sekitar 80% data sudah cukup kuat. Tapi masih ada nama-nama pejuang yang belum disebut. Kalau mau difilmkan, referensi harus lebih kaya, dan perlu keterlibatan ahli sejarah agar kronologinya solid,” jelas dosen FKIP Sejarah Unsri ini.
Ia juga menekankan bahwa peran Abi Hasan Said sangat besar, layak diusulkan sebagai pahlawan nasional.
Suara dari Keturunan Pahlawan Nasional: “Abi Hasan Said Layak Diakui”
GI Priyanti Gani, SH, putri pahlawan nasional Dr. A.K. Gani, tak ragu memberikan penilaian tinggi.